Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2013

Aku mencintaimu

aku mencintaimu sejak kamu masih berwujud kata, yang hanya dapat kubaca di setiap senja. Aku mencintaimu bahkan sebelum wajahmu kulihat nyata, yang dengannya mungkin aku tak pernah mengerti mengapa. Aku mencintaimu sejak mata kita beradu tatap, lalu terjerembab jatuh pada cinta yang sebenar-benar ada. Aku mencintaimu dengan kata yang tak akan pernah habisnya kujadikan puisi, kujadikan syair,  kujadikan lagu , tentangmu. Aku  mencintaimu hingga nyawaku dibunuh waktu, ditelan bumi, diterbangkan menuju langit. Aku mencintaimu, disini dan disana kelak...sampai jumpa

Cinta adalah kata

mungkin kita selalu merasa lemah hati saat berkata namun begitulah cinta, ia selalu saja membutuhkan kata ia tak mampu menerjemahkan tatapan mata, atau rindu yang digubah jadi puisi setebal 100 halaman ia tetap haruslah menjadi kata, menjadi suara yang didengar telinga tatapan matamu tidaklah menjadi apa-apa tanpa kata senyummu takkan mampu menjadi sesuatu tanpa kata sikapmu takkan menjadi arti tanpa kata rindumu hanya akan menjadi sesak tanpa kata begitulah, jika kamu mencinta maka kamu harus berkata menjadikannya gelombang suara yang didengar telinga atau setidaknya menjadi tulisan yang mampu dibaca mata karena cinta tanpa kata, hanya bagaikan angin yang membelai engkau takkan tahu apa arti belaiannya apakah kabar akan hujan? atau sesuatu yang akan melenakkanmu pada lelap siang? cinta adalah kata-kata, maka berkatalah jikalau engkau benar-benar cinta..

Sudah

Tiba-tiba saja rindu mungkin karena malam, mungkin karena sepi atau mungkin juga sedikit sapa yang kau jadikan kata-kata tadi pagi tapi aku tak mau peduli cukup rindu hanya menjadi rasa, bukan asa sudah..

Tentang yang pernah kau tanyakan itu

Apa yang bisa kau katakan tentang kenangan?, tanyanya suatu ketika. Apa? Jawabku, adalah air mata, parau, sesak, lagu-lagu kematian, angsa-angsa hitam.. Cukup!! Katamu, terlalu satir jawaban itu kudengar. Sekejam itukah ia menjadi seorang penyiksa? Tanyamu lagi. Itu belum setengahnya kudefinisikan, mau kau dengarkan sisanya? Tanyaku. Belum setengahnya? Matamu terbelalak tajam Kamu baru melihat sabit bulan, belum purnama. Mengerikan, aku tak ingin mengenang jikalau begitu, aku tak akan mampu menahannya. Katamu Tentu tidak, kamu tak akan mengenang apapun. Karena kamu telah menjadi kenangan yang menyakitkan itu, gumamku. Apa katamu? Tanyanya Tidak, lupakan saja. Jawabku...tersenyum

Percayakan padaku

Ketika orang lain tidak mempercayai betapa hidup tak hanya tentang melangkah sendiri, maukah kau percaya jika aku akan selalu bersisian denganmu? Ketika kau mendengar seseorang meragukan dunia,  maukah kau percaya padaku yang menggenggam jemarimu dan berkata,  "Duniamu, kujaga dengan hati."? Ketika kau bahkan tak percaya pada mereka beserta hidup dan dunianya,  maukah kau percaya pada apa yang kuucapkan saja? bahwa, aku mencintaimu.    Oleh: @Riesna_

Syair malam; tentang sepi..

Dari utara, seseorang berlari dari sepinya, menuju tempat yang tak akan ada. @ idrchi  Aku suka bermain dengan sepi. Tak perlu kata atau aksara. Ia memahamiku lebih dari semesta. @ lintangnagari Kau yang mengajarkanku tentang sepi, hingga kau pergi dan kini rindu tak lagi menepi @ sajak_terakhir Di syair yang lain, sepi ialah ramai yang dicari-cari. Sementara kaulah kata-kata luka; berpesta pora di dalamnya. @ idrchi Akan kujadikan kau laut, atau langit; yang biru, yang mampu menampung luas kesepianku @ tupin_ Puisi punya sepinya sendiri, katamu. Tapi, beranjak dari mata telaga ke kota-kota, dan menuliskannya di sana. @ ikuih Aku meletakkan puisi kesepian dan sebilah pisau di atas meja; seorang lelaki tertatih, ditikam bayangannya sendiri. @ tupin_ Dari apa sepi diciptakan? Dari langit yang merendah, jalan-jalan terbelah, dan jerit sepi yang tak mati-mati. @ ikuih

Percakapan disebuah senja..

Apa yang lebih menyedihkan dari cinta yang tak terlabuh? cinta yang tak bisa memiliki? seseorang bertanya padaku di senja itu seperti senja? aku balik bertanya apa maksudmu? tanyanya kamu mencintainya, namun kamu tak bisa memilikinya. Ia bahkan hanya sebentar dapat engkau pandang. Jangankan tanganmu memeluknya, matamu saja sudah kepayahan menangkapnya. mungkin benar, katanya. Tapi apa yang bisa disalahkan pada perasaan? tak ada sama sekali, jawabku. salahnya adalah mungkin kita terlalu membesarkannya kamu menyiksa dirimu sendiri sejatinya, mencintai namun harus memiliki. Apa kuasamu atas itu semua? pun pada waktu yang lambat laun akan memisahkanmu. sesingkat senja, sadarkah? cinta sejati katamu, adalah ketika mata saling beradu pandang, tangan saling mendekap mesra, hati selalu terpaut rasa, begitukah? alangkah naifnya. Bilakah perpisahan yang lambat laun kan memisahkanmu, pudarkah semua itu? Tentu tidak, jawabmu, aku ingin melabuhkannya saat ini saja anggap saja begitu, c

mengemas kenangan

mengemas kenangan, sesaat lagi semuanya kan sempurna hilang. Seperti menyayat perih, atau menaburkan cuka pada luka. Namun apa kuasaku pada waktu? ia yang selama ini menjadi puisi sendu akan hilang berlalu, lantas kepada siapa lagi kupuisikan rindu-rinduku, jika padamu sudahlah tabu? Aku menyimpan tanda pada malam, dimana kamu selalu menjadi pemeran utama dalam lakon berjudul sepi. Ceritanya akan segera usai, selesai. Mungkin akan segera pagi, mungkin akan segera matahari, atau mungkina malam masih panjang? dengan aku yang tak bisa terpejam dan jatuh dalam sepi dan kenang?...mengenangmu?

Delapan Sisi

          hari ini saya mau me-review buku yang baru saja saya baca, judulnya "8 sisi" yang diterbitkan oleh plot point. Awalnya saya tertarik membaca buku ini karena salah satu penulis dalam antolologi cerpen ini adalah salah satu blogger favorit saya: Riesna Kurnia. Saya yang "geram" karena penulis seperti dia belum menerbitkan juga buku, akhirnya terpuaskan dengan karyanya yang akhirnya dibukukan. Titel sebagai penulis resmi ia sandang sekarang, setelah cukup lama menjadi blogger yang banyak dinikmati karya-karyanya hehe.     Karena alasan itu, maka wajar mungkin karya yang pertama saya baca adalah cerpennya yang berjudul Tris. Tanpa melihat lembar-lembar awal saya langsung loncat ke cerpennya yang disimpan di halaman 91. Bagi yang terbiasa membaca blognya tentu akan sedikit heran, karena kali ini ia hadir dengan "tidak seperti biasanya". Narasi-narasi puitis yang menjadi kekuatan tulisannya di blog tidak ditemukan dalam cerpennya. Uniknya

selamat siang

aku hanya mampu menyapamu dengan kata-kata apalah daya, mataku tak sanggup menangkapmu jika jarak dapat dilipat, sudah tentu aku selalu disana memandangmu diam-diam, sebentar seperti yang sering kulakukan disaat mata kita beradu pandang

Sudah lagi senja

Sudah lagi senja apa kabar ia yang selalu engkau tangkap menjadi kata-kata? telah lama tak kulihat ia menjadi cerita lupakah engkau bagaimana menuliskannya menjadi kepingan puisi? atau kamu menyimpannya saat kelak engkau jadikan buku? agar tenang aku membacanya hingga beribu, hingga malam berlalu dan engkau tersenyum mesra disampingku? dan apa kabar senjaku? entahlah, aku kehabisan kata-kata mungkin semuanya telah habis untuk kujadikan puisi rindu yang menuju: kamu...

tentang sebuah pilihan

ini kisah tentang sebuah pilihan seorang lelaki duduk termenung disebuah malam yang memuncak "siapa yang akan engkau pilihkan duhai?" sebuah pertanyaan "entahlah" jawabnya "bukankah telah ku berikan jawaban namun kalian menolak geram?" "ia bukanlah sebahagian dari kita, kami sodorkan bumi untuk kau pijak, namun engkau selalu menghiba langit; bulan, bintang, awan" "apa yang bisa aku katakan tentang hati? bukankah ia yang telah memilih? salahkah ia yang telah jatuh pada malam? tempat ia melabuhkan sepi hingga segala gundah dan sedihnya? salahkah jika ia jatuh dalam rangkaian gugusan bintang, tenang bulat bulan atau heningnya yang menenangkan?" "engkau memilihnya? atau matamu? atau rasamu? pernahkah engkau meminta Tuhan memilihkannya untukmu?" "sesungguhnya mataku amat jarang menangkapnya, rasaku telah kubunuh sejak senja sebelum malam tiba, dan pada Tuhan? bukankah rasa ini sebuah jawaban?" jawabnya menghentak

Malam ini aku

malam ini aku memikirkanmu ia menyiksaku dengan bertubi rindu aku selalu ingat, tatapan wajahmu yang hangat atau senyummu yang menyenangkan untuk dipandang malam ini aku merindukanmu entah apa lagi yang bisa kutuliskan selain perumpaan-perumpaan tentang wajahmu yang rupawan lengkung sabit bulan adalah senyummu kilau kerlip bintang adalah matamu sejuknya fajar adalah wajahmu hari ini aku banyak memikirkanmu ketika hujan yang adalah tamanmu menarikan seru ketika senja yang adalah tempatmu merangkaikan kata ketika malam yang adalah saatmu menyiksaku dengan lagu-lagu rindu malam ini aku memikirkanmu malam ini aku merindukanmu malam ini aku jatuh dan jatuh padamu jatuh, sejatuh jatuhnya jatuh...

Dalam diam..

Aku mencintaimu dengan cinta yang mungkin tak kau lihat di timur langit atau hijau taman.. Aku mencintaimu dengan cinta yang tak kau temukan kala ramai dan lalu lalang rinai hujan.. Aku mencintaimu,dengan cinta yg tak terucap lisan atau pelukan erat kala senyum kita beradu pandang.. Aku mencintaimu dengan cinta yang tak perlu kau tahu, cukup aku, semesta dan rintik hujan, dimana kutuliskan namamu di tanah basah.. Aku mencintaimu dengan cinta yang terkadang menggebu atau bahkan hilang diantara badai gurun dan gulungan ombak..

1. Pertemuan

Aku masih mengingat, saat itu ia berdiri di tempat terbit matahari. Namun saat itu senja, cahaya tepat membelai wajahnya, mencahayai wajahnya yang memang telah purnama Aku berdiri terpaku, ia menujuku. Siapa gerangan ia? yang apabila matahari tenggelam ia masih tetap benderang...Bebintang? ......................................

mengemas do'a

malam kelima belas, purnama bulan.. satu keranjang do'a telah kukemas kusayapi ia dengan cahaya; langitlah tujuannya didalamnya aku menyimpan satu, dua nama untuk langit pilihkan mungkin bulan, mungkin bebintang akan menilainya siapa diantara nama-nama itu yang sebenderang mereka kelak aku tinggal duduk menunggu jawaban disampaikan langit dengan bintang yang berasi, awan yang membentuk wajah, atau bulan yang menulis nama semoga..

update status

hari ini seperti hari-hari kemarin, masih. aku tak  memikirkan apapun, aku tak menunggu apapun, aku tak menanti siapapun seperti anai-anai yang dibawa angin, atau gunung yang dibawa bumi berputar-putar tak pernah lagi kugubah puisi, atau menuliskan bait-bait rindu di dinding hijau kamarku. Pun langit, pun awan, pun bebintang, mereka tak pernah lagi melukis wajah-wajah para penyiksa itu. dunia bagiku kini tak ubahnya taman bermain, dan aku adalah anak kecil yang riang berlari. apa peduliku pada kawan bermain? aku mempunyai segalanya disitu; taman, bunga, sungai.. aku tak pernah lagi disiksa perih, ia telah mengering, bahkan bebal, kebal, mati rasa. aku berhenti mencari, aku selesai menanti. Bagi para pengunjung silahkan mengisi buku tamu, tunggu aku selesai bermain di taman itu. Setelahnya kita lihat, adakah salah satu yang bisa kuajak masuk?

selamat pagi

aku melukis wajahmu dilangit pagi selamat tinggal cinta, semoga kelak tak perlu kubayangkan awan membentuk wajahmu tersenyum...

3 juni

beginilah caraku menabuh rindu melipat jarak hingga beribu hanya untuk memandang wajahmu sungguh setelah itu semakin jatuh aku padamu adakah rentang waktu dimana kelak aku bisa menatapmu lepas tanpa diam-diam, tak hanya sebentar mencuri pandang?

Perempuan di balik senja

 Seorang perempuan memandang cermin, lusuh, ia sudah tak mengingat kapan terakhir ia membasuhnya dengan lap basah. Debu-debu dipermukaannya, menampakan wajahnya yang juga lusuh ditelan senja. Dalam cermin itu ia melihat bayangan almanak, tepat dipinggir jendela yang memerah karena pantulan matahari senja. Perempuan beranjak, mendekati almanak “sudah tanggal muda, aku lupa membaliknya” ia bergumam, lalu membalikan lembaran kalender yang telah lima bulan terpampang didinding kamarnya. “ah..minggu depan ternyata tanggal lahirku, bertambah lagi umurku” ia mengusap pipinya; kasar. Ia lalu berjalan, mendekati jendela. Sudah senja, langit memerah megah. Sebentar lagi gelap sempurna menggulung terang. Ia masih disana, kembali jatuh kagum pada senja, tempat semua heningnya berhimpun. Ia tersenyum; satir.. “sudah lagi senja, padahal baru saja kulihat arak awan fajar. Satu persatu warna tersibak, cahaya memancar dari timur, menebar warna, semua yang dilaluinya menjadi i

Harus aku baca puisi

aku harus lebih banyak membaca puisi.. kamu kembali, huruf-huruf terkejut mati. Apa yang bisa dirangkai pada hadirmu yang selalu gemintang? Aku kehilangan kata-kata. Ia hilang seiring pergimu. Pun sisanya layu, mati; tak ada puisi tanpa kamu sebagai bayangan, pencipta seni; tak perlu kurangkaikan kalimat, mereka membentuk sendiri puja dan puji untuk kubacakan didepan rona merah pipimu. Dan kini kamu kembali, aku seperti seorang gagap yang kejatuhan benda langit; bintang..kamu. Apa yang harus kukatakan? apa yang harus aku rangkaikan? huruf-huruf belum kembali pulang.. Apakah aku harus membaca Sapardi? Chairil? atau Iqbal? penyair pujaanmu. Atau aku biarkan saja alam menari, menjadi puisi, untuk kamu? ah..aku harus membaca puisi lagi....

pintu..tentang sebuah pintu

tetiba seseorang mendekat lalu berkata "pintu yang telah kamu berpaling dan menjauh itu terbuka lagi, bilakah kamu berbalik dan mencoba kembali mengetuknya?" "tidak" kataku "aku tak pernah benar-benar mengharapkannya terbuka lalu sang penghuni mempersilahkanku masuk. Aku hanya pengagum kayu jati yang menjadi bahan pintu, pun sang penghuni aku yakin dia adalah sebaik-baik pecinta seni." "bodoh" katanya "kalian akan menjadi sepasang seri, rumah yang dihuni akan dipenuhi barang-barang bercitarasa tinggi. Ada apa denganmu, telah jadikah engkau seorang pengecut dungu?" "kalian tak akan mengerti, para pengagum itu tak selalu ingin memiliki. Terkadang mereka sadar diri, menilai diri dengan langit, jika mereka adalah punuk maka batasnya adalah merindu, cukup sampai disitu. Tak harus mereka menaiki awan untuk memeluk bulan." "kamu membohongi dirimu sendiri" "tanyakanlah pada para perindu, apa mereka ingin selalu ber

satir lagi

kisah yang sama, berulang, berputar-putar. Tapi aku tak bisa kemana-mana, bumi telah menangkapku. Yang mereka lihat hanya kepalaku, tubuhku terbenam. terkadang ingin berdiri, menangkap satu persatu kunang-kunang yang berputar diatas kepala sedari tadi. Walau tersering ingin sempurna membenamkan diri, lalu melupakan semua ini pernah terjadi..

Satir...

satu titik jeda, aku mengambilnya sebagai tanda. orang-orang sedang riuh, mereka memekik pada sepi. apa yang kamu harapkan pada manusia yang menjadikan mimpinya sebagai alat menipu. mungkin ini kisah paling satir, kamu dipuncak langit padahal mukamu membenam bumi. Atau..kamu yang terlalu meninggikan khayalan, dugaan, perasaan? entahlah, aku hanya ingin sejenak berhenti sekarang, melupakan semua wajah, nama, kisah. lalu menarik kembali masa lalu saat semuanya tak sedekat itu; hanya ada aku dan hidupku. Bukan pertemuan dan tawa yang diwakili kata-kata, tapi sebenar-benar suara dan wajah yang terlihat nyata. kamu tak perlu memutarkan intonasi, telingamu mencernanya sendiri. Terpenting, kamu tak perlu lagi berpura-pura ditemani banyak pemuja padahal kenyataannya pemeluk sejatimu adalah sepi.......

Dunia yang terlupa

mulai nyalakan kembali di dunia yang terlupa cukup sudah bermimpi kini rasaku memutih langitku kan meninggi ini semua akan nyata mengharapkan hujan larutkan nyanyian malamku akankah ku rasa mampu ku tatap kembali dunia yang terbenam terbitku dari mimpi kini saksikan sayapku akan ku lindungi ini semua pasti nyata membasuhkan embun lepaskan nyanyian malamku dapatkah ku rasa @Ariel

Kota Mati

Warna seperti menghilang di kota ini hitam dan putih masa lalu , telah membisu Semua berakhir di sini   tempatku mulai bermimpi m asih menari di sini   langkahmu yang telah pergi Udara ini berubah di kota mati   seperti kisah masa lalu kini membisu Coba dengarku berbisik   suara yang telah mengering   hati ku mati di sini Terdiam dan tak mengerti   Semua berakhir di sini   tempatku mulai bermimpi   masih menari di sini   langkahmu yang telah pergi   masih bertahan sisa mimpi-mimpi ku di kota ini kini bertahan sisa mimpi-mimpi ku di kota ini Semua berkahir di sini t empatku mulai bermimpi h atiku mati di sini t erdiam dan tak mengerti..... @Ariel

Kisah itu sekarang

Ia yang tak lagi menjadi gemuruh apa kabar merah senjamu? apa kabar gemintang langitmu? maafkan aku, garis telah ditulis sekarang aku di tepi tebing dan kamu ditebing lainnya jurang yang memisahkan; bilakah kamu berani melompatinya? sesekali mengingat, namun hanya itu aku telah sempurna menanggalkan harapan bahkan untuk sekedar duduk-duduk ditepi tebing pun telah aku tinggalkan. Aku terlalu sibuk dengan taman. Masing-masing dari kita menahan sapa bahkan untuk saling melempar batu pun kita tak kuasa Aku menamainya kematian namun pada hal yang semestinya ditangiskan aku malah bersorak senang, melompat-lompat dengan mata terpejam dan senyum yang terangkai merayakan kematian, kepergian...

Inilah fajar dan sepi yang menjulang

Inilah fajar dan sepi yang menjulang langit-langit cahaya aku terjebak didalamnya ada anak tangga sebenarnya, dimana bila aku tak lelah mendakinya, aku bisa sampai dipuncaknya lalu berdiri memandangi apa yang orang-orang katakan tentang megah langit dan cahayanya yang melimpah ruah Tapi aku hanya duduk-duduk saja disini mendengarkan suara dibalik sepi yang menjulang kulihat cahaya dipuncak suar memang tapi aku enggan kesana; bosan dengan kejatuhan sementara aku diam saja disini duduk menanti para peruntuh sepi hingga akhirnya dapat kulihat megah langit, bukit cahaya, yanh semuanya menjelma; kamu...

di sebuah senja

merindukan puisi yang biasa lahir dari senjamu kemana gerangan sekarang ia berlabuh? pun senyummu, pun tawamu, pun hadirmu kemana sekarang ia mengaduh?

Nyaris aku, tapi bukan..

Awalnya tentang senja, dan kekaguman tentangnya megah langit, merah mega dan matahari yang melambai pulang tapi ternyata bukan hanya aku pun kamu mengagumi hal yang sama kita saling pandang, lalu tersenyum lalu kita saling membalas puisi tentang senja yang kita cintai itu lalu kita menjadi semakin dekat sedekat jemari.. tibalah pertemuan.. aku mengingat kamu yang berjalan mendekat senyum terangkai bak senja yang benderang aku jatuh dalam malam, senja yang kubaca kamu itu kubawa hingga ke alam di mana segala hal hanyalah terbatas pejam dan terjaga aku menyimpan harap dan kejatuhan yang kunikmati sendiri.. kamu, telah kuukir menjadi rangkaian puisi tibalah masanya.. semua orang menjadi pembaca, mereka membaca harapku lalu mendorongku ke dalam jurang ada kamu menanti di bawah, kata mereka ternyata tidak, kamu tetap di atas: memalingkan muka kamu menyumbat telinga, tak ingin mendengar apa yang mereka teriakan kamu dan aku adalah sepasang temaram aku mengaduhi kejat

Anjelie

Ingat saat kita berdua Duduk di bawah malam   Memandang indah bintang yang berpijar di hati   Berjanji kita berdua untuk tetap setia meski berbeda Ingat saat kita berdua   Meraba cinta itu   Bertanya-tanya pada waktu yang terus berjalan   Dan kau bisikan kata cinta pasti abadi   Hingga waktu itu tiba Anjelie datang dan pergi   Yang beri selalu aku senyuman   Di setiap mimpi Anjelie datang dan pergi   Menjadi satu kenangan Ingat saat kita berdua Dalam tangis dan tawa   Tak kau keluhkan wajah cantik walau terluka   Terucap kata jika hanya kau yang mengerti aku disaat aku lelah   Dan tak pernah akan sudah Aku dan kamu   Pernah satu   Walau perbedaan selalu ada di hati   Jika semua ini apa adanya Kuingin engkau mengenang   Disini aku mengenangmu... oleh: Flanella

Diam

Dia yang memilih berhenti berkata-kata kita rasakan hening disebuah ruang bernama bumi tak ada suara, selain kenangan yang bernyanyi bisu apa kabarmu? apa rasamu? rindukah engkau kembali bercerita tentang pelangi? tentang rumput yang basah setelah hujan tentang kamu; yang menjadi bebintang atau mendengarkan aku merangkaikan puisi mendengarkan kicau burung yang kamu sebut penyanyi semesta mendengarkan hujan sembari menutup kedua mata atau berbisik pelan "kita adalah sepasang yang tak terpisahkan". .............. tapi kamu sedang diam sekarang mungkin sedang malam atau mungkin sedang kehabisan kata-kata yang beterbangan di atas kepalaku

kisah..kenangan

apa yang hendak kita katakan pada putaran bumi rodanya seolah tak hendak berhenti berputar membawamu pada senja yang berulang terus menerus bergiliran dengan fajar tak ada yang tertinggal, semuanya ikut berputar pun aku, pun kamu; kesenjaan adalah keniscayaan tentang usia kita yang semakin pudar; menuju akhir; hilang maka aku, kamu menyimpan sesuatu untuk dikenang; kisah kisah tentang kuncup bunga, pelangi atau rinai hujan penuh warna, aku menyebutnya kenangan tempat semua kisah tak berkesudahan tak lekang habis tergerus zaman bagaimanapun senja berulang, ia selalu disana bagaimanapun fajar berulang datang. ia tetap disana kamu menyebutnya kisah aku menamainya kenangan tak ada yang salah, aku dan kamu sama-sama benar bagaimanapun kita akan menua; bersama atau sendirian dan kamu tinggal memilihnya meninggalkan kisah dibelakang atau membawanya menjadi kenangan; seperti aku..

Seperti itulah..kamu

aku nyaris tak punya kata-kata untuk dirangkai kecuali namamu untuk dikenang aku nyaris tak punya sesuatu untuk dipandang selain senyummu yang mengurai aku nyaris tak punya tempat pulang selain bahumu untuk bersandar aku nyaris tak punya harapan selain hadirmu yang gemintang

Tentang Rumi..

Pagi ini aku membaca Rumi ia penabuh gendang, huruf-huruf menari didepannya aku melihatnya dari kejauhan jikalau malam, mungkin bintang-bintang ikut berjatuhan, menyaksikan semua menjadi penari: matahari, bulan, bintang-bintang sedangkan ia  menjadi penabuh gendang, peniup seruling, pemetik kecapi para wanita berkeliling disampingnya, menyaksikan apapun yang ia sebut itu menari terkadang ia mengumbar senyum, tak jarang memainkan lagu-lagu sendu; ramai orang-orang menyeka air mata semantara aku masih belajar, bagaimana ia menjadi pelukis sementara tinta-tinta menginginkannya menjadi penyair saja..

Sepasang wajah bermata jelita

sepasang wajah bermata jelita tangga yang terjulur dari surga mereka turun dengan megahnya siapa mereka? siapa aku untuk mereka? kenapa aku? benarkah aku bagi dua pasang jelita itu? surga yang disegerakan? sepasang wajah bermata jelita mereka adalah matahari yang tak terik; hangat sinarnya taman yang hijau, bunga-bunga yang bermekaran sekelilingnya sungai yang jernih airnya, berkilauan bak permata-permata benarkah disini tempatku? siapa aku bagi mereka? surga yang disegerakan? sepasang wajah bermata jelita.. siapa kamu? siapa aku? benarkah aku? surga yang disegerakan?

So Soon..

Every time I close my eyes I see you in front of me I still can hear your voice calling out my name And I remember all the stories you told me I miss the time you were around But I’m so grateful for every moment I spent with you ‘Cause I know life won’t last forever You went so soon, so soon You left so soon, so soon I have to move on ’cause I know it’s been too long I’ve got to stop the tears, keep my faith and be strong I’ll try to take it all, even though it’s so hard I see you in my dreams but when I wake up you are gone Gone so soon Night and day, I still feel you are close to me And I remember you in every prayer that I make Every single day may you be shaded by His mercy But life is not the same, and it will never be the same But I’m so thankful for every memory I shared with you ‘Cause I know this life is not forever You went so soon, so soon You left so soon, so soon I have to move on ’cause I know it’s been too long I’ve got to stop the tears, keep my

Bintang yang tak lagi jadi puisi

Terkadang ingin menulis, tapi tak tahu tentang apa semuanya telah memudar, samar, hilang pun ia yang selama ini menjadi puisi ia telah menjadi matahari- mungkin apa yang dapat dipandang dari terik yang membutakan? jadilah seperti itu; huruf-huruf hanya berlarian diatas kepala satu sama lain tak ingin saling menyapa untuk sekedar mendekatkan diri dan menjadi rangkaian kata-kata seperti selama ini, ketika malam mulai memeluk tiba-tiba saja ia menjadi lirik-lirik penghantar tidur aku hanya perlu jemari dan membiarkannya menari sendiri tapi kini, ia bukan lagi puisi ia menjadi seonggok bintang mati jatuh di puncak malam terkelam; sendiri...

nasyid pagi ini

    Hari ini dimulai dengan dengerin nasyid-nasyid jadul. Nasyid-nasyid yang dulu udah nemenin hampir tiap saat, saat itu di hp ngga ada jenis musik lain kecuali nasyid, pun cd-cd, pun kaset-kaset, semuanya hanya nasyid. Seorang teman bahkan bersorak riang ketika mendapat limpahan puluhan kaset-kaset coldplay, radiohead, greenday, blink 182 dll. Saat itu pokoknya aku mendeclare bahwa hanya nasyid lah musik yang layak didengar karena berbagai manfaat yang disebabkannya. Ditinggalkanlah pula segala dunia band dengar hingar bingarnya,meninggalkan drum, gitar listrik dan lagu-lagubertempo cepat itu, berganti tehknik vokal unik ala nasyid.   Tapi,   yang dibawa nasyid-nasyid itu pagi ini lebih dari itu. Ia membawa kenangan, adegan, peristiwa, wajah, senyum,cerita; lengkap. Dulu aku tergabung pengajian pekanan bernama annuur, nah dari salah satu merekalah aku mulai mengenal nasyid. Ada nasyid-nasyid yang ketika diputer bikin tubuh serasa dibawa kembali kesana, ke mesjid, lalu bercen

Kisah di suatu ketika

Ini kisah dua purnama Di bulan panca, hari kelima Seorang pria pada wanita Ditawarkannya hati untuk ditinggali Disuguhkannya rasa agar dieja Lalu sang wanita pada pria Diberinya jawab dengan harap Disajikannya jiwa untuk ditautkan Untuk diterka Pada ujung mana kisah ditamatkan Antara nyata dan maya Usai berlalu dua purnama Sampai di bulan sapta, masih hari kelima Kisah mereka; pria-wanita tetap bernyawa Yang dijelma suatu ketika Hingga kini jadi   kita oleh: @riesna_