aku harus lebih banyak membaca puisi..
kamu kembali, huruf-huruf terkejut mati. Apa yang bisa dirangkai pada hadirmu yang selalu gemintang?
Aku kehilangan kata-kata. Ia hilang seiring pergimu. Pun sisanya layu, mati; tak ada puisi tanpa kamu sebagai bayangan, pencipta seni; tak perlu kurangkaikan kalimat, mereka membentuk sendiri puja dan puji untuk kubacakan didepan rona merah pipimu.
Dan kini kamu kembali, aku seperti seorang gagap yang kejatuhan benda langit; bintang..kamu. Apa yang harus kukatakan? apa yang harus aku rangkaikan? huruf-huruf belum kembali pulang..
Apakah aku harus membaca Sapardi? Chairil? atau Iqbal? penyair pujaanmu.
Atau aku biarkan saja alam menari, menjadi puisi, untuk kamu? ah..aku harus membaca puisi lagi....
Layar terkembang, kisah kembali dimulai lengkum senyum di ujung senja dan debar yang demikian meraja "Selalu ada berjuta alasan untuk membawamu serta" katamu "Dan malam ini hanya ada aku dengan segudang tanya, dan engkau yang akan memecahkan karang" wajahnya melukis senyum; bimbang. Lalu kita menyusuri malam, berjalan beriring dibawah temaram lampu kota orang-orang lalu lalang, beberapa mengukir tawa sementara kepalaku penuh tanda tanya "apa yang hendak kau tanyakan, duhai?" tatapan mata tak seperti biasanya, aku melihat binar kata-kata berjatuhan dari atas kepala: ia ingin mengatakan sesuatu, tunggulah hingga membuncah sementara bawalah ia menaiki mesin waktu, mengisahkan lampau dimana semua kisah bermula dan terus saja kepala diputari tanda tanya "Duhai..Apa yang hendak engkau katakan?" Ia menjatuhkan tubuhnya ke belakang sofa sesekali matanya memejam sembari berkata sangat pelan "Mengapa tak pernah mati sega
Komentar
Posting Komentar