Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2012

di tentram awan

    Apa yang hendak kita katakan pada malam yang mulai memeluk, sementara wajah masih saja menatap senja yang menabuhkan rindu di sela-sela sisa lelah yang merebah. terkadang ia mengharap pejam, namun tunggu dulu, kumandang cinta yang biasa engkau dengar itu belum sempurna gemanya.     Dunia serasa memutarimu, terkadang engkau rasa menghimpit, padahal nyawamu belum juga meninggalkan jasad. belulangmu terasa menyatu kanan kirinya. sesekali engkau memegang kepalamu erat dengan kedua tangan sembari pita suara mengeluarkan geram yang hampir membuat seisi rumah kaca pecah berkeping-keping.     Kita membutuhkan sayap untuk melipat penat kemudian meninggi langit, memandang bumi dari lembut kapas awan. yang kau dapatkan kemudian adalah sejuk udara dan luas pandang, kemana penat? katamu. yang kau rasakan adalah tenang hati, tentram diri.    Dimanakah sayap itu? engkau, kita akan menemuinya di hening malam, di serak do'a, di hening cahaya. terkadang di lapar dahaga puasa-puasa sunnah, ata

Tsiqah

    beberapa orang tergerus zaman, ia merubah segala hal agar zaman yang ia sebut telah berubah itu menyambutnya dengan senyum mesra seraya berkata "selamat datang, kalian bagianku sekarang". maka mereka menanggalkan kebiasaan-kebiasaannya, gaya berbicara, berpakaian, bahkan akidah. Sebagian menjualnya agar di gerbang pemeriksaan zaman tubuhnya tidak perlu di scanner dan tasnya tidak diperiksa sampai detil, ke dalam-dalamnya.     Beberapa juga mengeluhkan gigi-gigi gerahamnya yang mulai berjatuhan karena tak kuat lagi menggigit aqidahnya "zaman sudah terlalu edan" katanya menyalahkan zaman bukan cermin yang menampakan buram wajahnya. "zaman ini" katanya, "iman kita benar-benar diuji, fitnah, penindasan, penghinaan telah benar2 menyiksa kita sebagai umat" wajahnya meluruhkan duka. hatinya diliputi duka mendalam merasa dialah umat yang paling berat diuji, paling buram masa hidupnya, paling hebat ujian imannya.     Necis? mungkin mereka seharusnya

Februari Kelima

1 cinta adalah rasa yang kuucap dalam setiap desah dan cuaca tak sampai-sampai getarnya padamu 2 setiap hari embun meneteskan kesetiaannya pada pagi seperti aku yang tak pernah berhenti menari dalam mimpi tentangmu dan jatuh 3 maka kutanyakan pada mungkin ia memandangku dengan mata kaca mengecup luka dan berkata pergi dan pakailah kerudung airmatamu sebab tak ada tempat untuk cinta di sini 4 Engkaukah itu yang berkata? Semua pejalan di bumi, semua pencinta pasti akan menderita tapi bagaimana agar tiap gerak berarti hingga malaikat pun sudi mengecup semua luka kita yang mawar engkaukah itu yang berkata, cinta? sementara diam-diam kita berikan keping luka dan risau kita pada angin yang tak desau 5 Di dalam bis yang membawa banyak orang, Kau cari aku hari itu. Tapi kau tak tahu aku telah mencarimu sejak pertemuan pertama kita Mengapa kau sisakan peta buram yang sama hingga aku tak pernah bisa menatap punggungmu Di antara dinding dingin di sekitar kita kau cari aku hari itu tapi kau tak ta

Entahlah..

Ingin menulis tentang apa? entahlah. mungkin tentang riak-riak rindu yang sesekali hadir seperti jatuhnya dedaun pada tenang danau, kemudian hilang.. terkadang merajuk, namun tak lama kemudian hilang tak tersisa, tak berasa.. adalah ini sebuah kebaikan? entahlah.. Di relung hati kalian akan tetap terjaga rahasia cinta tatkala dikuakkan segala cinta ( Ibnul Qayyim Al-jauziyah )

Pilihan dan mata yang terpejam

       Ada yang ajaib dari sebuah pilihan, tetiba saja ia bisa hadir tepat di ujung segala risau. padahal saat itu kita ibarat berada di tepi jalan bercabang yang dikerubungi badai pasir, bahkan untuk membuka mata saja kita tak sanggup, perih, memerah mata.     Maka beberapa bijak menyebutnya mata hati, ia bermata dalam metaforsa yang sempurna, mampu melihat sesuatu yang mata tak mampu menjangkaunya. hingga kita dapat berjalan bahkan dengan mata terpejam. Kita memejam dalam arti yang sebenar. diam sejenak, mengosongkan pikiran lalu memejam mata, seketika gerak hati, pikiran akan memutar, menampilkan gambar wajah-wajah yang berulang, kita merasakannya, degup hati kita mensinyalkannya dan samar kita dengar suara : "Bismillah, dia..!!"     Lalu perlahan terbuka mata, beberapa dari kita kemudian mengiringinya dengan senyum, walau tak sedikit pula yang kemudian jatuh dalam tanya dan murung : "kenapa harus dia?" atau "apa mungkin bisa ke dia?" jika beberapa

Secangkir ( dua ) coklat panas

    Apa yang bisa dilakukan kenangan? ajaib, ia mampu hadir di setiap tempat yang terjejaki, nyaris seperti mesin waktu, sempurna membawa semua wajah, cerita dan suasana namun dengan rasa yang berbeda ; perih.     Ketika sebuah benda atau tempat dinisbatkan pada suatu peristiwa, dikaitkan, ditandai, maka alam bawah sadar mencatatnya sebagai kenangan. dimana kelak saat kita melewati, melihat bahkan menduduki kembali tempat-tempat yg tertandai itu kita seolah menaiki mesin waktu, menghadirkan kembali wajah, rupa, raga dalam bentuk yang sempurna.      Sayangnya, kenangan bisanya bermain di ruang dimana perih meraja. amat jarang kenangan-kenangan indah hadir menjadi gambar utuh kecuali akhirnya tetap sama ; senyum satir atau hati yang perih. siapa yang mampu menahan diri dari perihnya suatu kenangan? bahkan pada gores terkecil sedikitpun ia menghadirkan perih, atau sebuah gumam singkat "ah.."     Maka bila kita kembali ke pusaran waktu dimana kenangan itu membelenggu, hap

Degradasi...

 KH. Rahmat abdullah Mungkin saja hari ini kita adalah tanah yang berdiri di persimpangan sungai. Pelan, bongkah-bongkah jiwa rontok, meski air tidak terlalu kuat menerjang. Bahkan ia menyapa dengan senyum sumringah, tetapi tubuhmu, jiwamu mengurus. Kebaikanmu terkubur dan dibawa arus, entah kemana. Engkau bukan tercipta sebagai bongkah tanah yang kaku, aku juga. Mari, sebelum waktu kita untuk menabur kebaikan terhenti, rontok terbawa ke muara yang tidak kita kenal. Kita hentikan ketepekuran pesimis, atau ketengadahan angkuh. Menjadi ketepekuran perenungan, dan ketengadahan semangat, cerminan jiwa yang masih percaya bisa bangun. Ah, manusia mana yang belum pernah merasa terpuruk, jatuh hingga ‘pingsan’. Toh, kita manusia, manusia yang tidak pernah diberikan atribut kesempurnaan. Kesempurnaan itu adalah molekul dalam pencarian, bukan titik inti manusia. Kitalah penulis puisi berjudul degradasi, saat kita larut dalam mengeluh tanpa sebuah upaya mencari jalan, m

Tersenyumlah duhai..

    Ada beberapa hal yang tidak kita harus mengerti atau ketahui jawabannya. disana kita hanya harus duduk, diam, menerima, memaklumi, mengikhlaskan, memaafkan. disana kita juga tidak perlu memurungi diri menjadi jingga, kelabu bahkan hitam kelam. cukup ambil saja beberapa pewarna untuk merubahnya menjadi pelangi, nyaman orang-orang memandangnya.     karena pada kenyataannya memang selalu begitu, selalu saja kita menjatuhkan diri pada lubang hitam yang sejatinya kita mampu melompatinya lalu memandangnya dengan senyum tanpa perlu banyak-banyak bertanya dan memikirkan ada apa di dalam lubang sedalam itu? adakah kehidupan? hingga uban memenuhi setiap helai rambutmu pun takkan ditemukan jawaban.      Maka berlalu saja, melompat-lompat riang di taman yang rumputnya basah setelah diguyur hujan sedang, lepas alas kakimu, rasakan dinginnya bermain-main di telapak kaki hingga menentramkan hatimu, sementara senyum riang terangkai sembari sesekali bersenandung senang, dan lihatlah..alam menyemp