beberapa orang tergerus zaman, ia merubah segala hal agar zaman yang ia sebut telah berubah itu menyambutnya dengan senyum mesra seraya berkata "selamat datang, kalian bagianku sekarang". maka mereka menanggalkan kebiasaan-kebiasaannya, gaya berbicara, berpakaian, bahkan akidah. Sebagian menjualnya agar di gerbang pemeriksaan zaman tubuhnya tidak perlu di scanner dan tasnya tidak diperiksa sampai detil, ke dalam-dalamnya.
Beberapa juga mengeluhkan gigi-gigi gerahamnya yang mulai berjatuhan karena tak kuat lagi menggigit aqidahnya "zaman sudah terlalu edan" katanya menyalahkan zaman bukan cermin yang menampakan buram wajahnya. "zaman ini" katanya, "iman kita benar-benar diuji, fitnah, penindasan, penghinaan telah benar2 menyiksa kita sebagai umat" wajahnya meluruhkan duka. hatinya diliputi duka mendalam merasa dialah umat yang paling berat diuji, paling buram masa hidupnya, paling hebat ujian imannya.
Necis? mungkin mereka seharusnya melihat ke masa yang jauh sebelum merasa sebagai umat paling tertindas. merasaikah mereka ditimpa batu panas di dadanya? dikuliti kulit kepalanya? dibelah kepalanya jadi dua bagian? dipisahkan kepala dan anggota badannya? direbus dalam air yang sangat mendidih? dipersaksikan pembantaian keluarganya di depan matanya?. Umat-umat terdahulu merasakan itu semua, merasakan betapa beratnya menahan aqidah agar tetap di dada.
Membandingkan keduanya mungkin tidaklah elok, tapi itulah yang terjadi. jangan sampai kita-kita yang katanya hidup di zaman penuh penindasan ini tidak melihat akar sejarah agamanya sendiri yang selalu saja dilingkari dengan berbagai penindasan. bedanya umat-umat terdahulu mungkin merasakan derita yang jauh lebih lalu kita menisbatkan diri pada zaman ; kita hidup di zaman yang mengerikan ?
Mungkin kita sesekali harus melihat diri di balik bening sungai, atau kaca, atau di balik bukit. bukankah begitu banyak kemudahan bagi dakwah di zaman ini? yang mengatakan tidak, mungkin mereka orang-orang yang hidup di goa-goa gunung, mereka menghangatkan diri dengan tumpukan kayu dari ranting yang ditunggu jatuh. Dakwah di zaman ini sungguh bagai bebintang di cerah malam, silahkan hitung berjuta mata yang memandangnya bersamaan, jatuh terkagum.
yang terpenting kemudian adalah tidak menyalahkan zaman atas apa yang terjadi pada umat, bukankah kita sendiri bagian dari umat?dan zaman adalah bagaimana umat itu mengisinya, memandangnya, menilainya. kita nikmati saja berbagai tantangan yang "tidak seberapa" dibanding umat-umat terdahulu merasakannya pun berbagai kemudahan yang umat dahulu tidak merasakannya.
Berhentilah menjerit-jerit meratapi nasib, merasa sebagai umat paling tertindas dan didzhalimi sepanjang sejarah. genggam saja keimanan dengan kedua tangan, geraham hingga nyawa lepas dari badan. jangan cengeng, jangan apatis, jangan mudah menyerah. nikmati saja..
"wahai Dzat yang membolak-balikan hati, tetapkanlah hati kami dalam agama-Mu"
Beberapa juga mengeluhkan gigi-gigi gerahamnya yang mulai berjatuhan karena tak kuat lagi menggigit aqidahnya "zaman sudah terlalu edan" katanya menyalahkan zaman bukan cermin yang menampakan buram wajahnya. "zaman ini" katanya, "iman kita benar-benar diuji, fitnah, penindasan, penghinaan telah benar2 menyiksa kita sebagai umat" wajahnya meluruhkan duka. hatinya diliputi duka mendalam merasa dialah umat yang paling berat diuji, paling buram masa hidupnya, paling hebat ujian imannya.
Necis? mungkin mereka seharusnya melihat ke masa yang jauh sebelum merasa sebagai umat paling tertindas. merasaikah mereka ditimpa batu panas di dadanya? dikuliti kulit kepalanya? dibelah kepalanya jadi dua bagian? dipisahkan kepala dan anggota badannya? direbus dalam air yang sangat mendidih? dipersaksikan pembantaian keluarganya di depan matanya?. Umat-umat terdahulu merasakan itu semua, merasakan betapa beratnya menahan aqidah agar tetap di dada.
Membandingkan keduanya mungkin tidaklah elok, tapi itulah yang terjadi. jangan sampai kita-kita yang katanya hidup di zaman penuh penindasan ini tidak melihat akar sejarah agamanya sendiri yang selalu saja dilingkari dengan berbagai penindasan. bedanya umat-umat terdahulu mungkin merasakan derita yang jauh lebih lalu kita menisbatkan diri pada zaman ; kita hidup di zaman yang mengerikan ?
Mungkin kita sesekali harus melihat diri di balik bening sungai, atau kaca, atau di balik bukit. bukankah begitu banyak kemudahan bagi dakwah di zaman ini? yang mengatakan tidak, mungkin mereka orang-orang yang hidup di goa-goa gunung, mereka menghangatkan diri dengan tumpukan kayu dari ranting yang ditunggu jatuh. Dakwah di zaman ini sungguh bagai bebintang di cerah malam, silahkan hitung berjuta mata yang memandangnya bersamaan, jatuh terkagum.
yang terpenting kemudian adalah tidak menyalahkan zaman atas apa yang terjadi pada umat, bukankah kita sendiri bagian dari umat?dan zaman adalah bagaimana umat itu mengisinya, memandangnya, menilainya. kita nikmati saja berbagai tantangan yang "tidak seberapa" dibanding umat-umat terdahulu merasakannya pun berbagai kemudahan yang umat dahulu tidak merasakannya.
Berhentilah menjerit-jerit meratapi nasib, merasa sebagai umat paling tertindas dan didzhalimi sepanjang sejarah. genggam saja keimanan dengan kedua tangan, geraham hingga nyawa lepas dari badan. jangan cengeng, jangan apatis, jangan mudah menyerah. nikmati saja..
"wahai Dzat yang membolak-balikan hati, tetapkanlah hati kami dalam agama-Mu"
Komentar
Posting Komentar