Langsung ke konten utama

di tentram awan

    Apa yang hendak kita katakan pada malam yang mulai memeluk, sementara wajah masih saja menatap senja yang menabuhkan rindu di sela-sela sisa lelah yang merebah. terkadang ia mengharap pejam, namun tunggu dulu, kumandang cinta yang biasa engkau dengar itu belum sempurna gemanya.
    Dunia serasa memutarimu, terkadang engkau rasa menghimpit, padahal nyawamu belum juga meninggalkan jasad. belulangmu terasa menyatu kanan kirinya. sesekali engkau memegang kepalamu erat dengan kedua tangan sembari pita suara mengeluarkan geram yang hampir membuat seisi rumah kaca pecah berkeping-keping.
    Kita membutuhkan sayap untuk melipat penat kemudian meninggi langit, memandang bumi dari lembut kapas awan. yang kau dapatkan kemudian adalah sejuk udara dan luas pandang, kemana penat? katamu. yang kau rasakan adalah tenang hati, tentram diri.
   Dimanakah sayap itu? engkau, kita akan menemuinya di hening malam, di serak do'a, di hening cahaya. terkadang di lapar dahaga puasa-puasa sunnah, atau engkau akan menemukannya terangkai di barisan-barisan kalam bertaburkan cahaya bebintang, tenang, tentram hatimu menderasnya, membacanya. Disanalah, engkau kan menemukan segala tenangmu...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Senja di Palestina..

Senja di palestina, bidadari berbaris rapi menyambut para syuhada, sebagian berebut ruh mereka di tanah-tanah ajaib; Gaza.. Senja di Palestina.. raungan cekaman silih berganti rasa: syahid yang dimimpikan, syurga yang dijanjikan.. Senja di Palestina.. jutaan do'a bersayap cahaya menembus langit, beberapa mengiringinya dengan air mata, juga sesak; hanya itu yg dia bisa Senja di Palestina.. sesaat lagi fajar kemenangan akan tiba, menerbitkan cahaya di timur yang mengangkasa, dari Gaza.. 

Perempuan di balik senja

 Seorang perempuan memandang cermin, lusuh, ia sudah tak mengingat kapan terakhir ia membasuhnya dengan lap basah. Debu-debu dipermukaannya, menampakan wajahnya yang juga lusuh ditelan senja. Dalam cermin itu ia melihat bayangan almanak, tepat dipinggir jendela yang memerah karena pantulan matahari senja. Perempuan beranjak, mendekati almanak “sudah tanggal muda, aku lupa membaliknya” ia bergumam, lalu membalikan lembaran kalender yang telah lima bulan terpampang didinding kamarnya. “ah..minggu depan ternyata tanggal lahirku, bertambah lagi umurku” ia mengusap pipinya; kasar. Ia lalu berjalan, mendekati jendela. Sudah senja, langit memerah megah. Sebentar lagi gelap sempurna menggulung terang. Ia masih disana, kembali jatuh kagum pada senja, tempat semua heningnya berhimpun. Ia tersenyum; satir.. “sudah lagi senja, padahal baru saja kulihat arak awan fajar. Satu persatu warna tersibak, cahaya memancar dari timur, menebar warna, semua yang dilaluinya menjadi i

Tentang debar, deras kata dan hening hujan..

Layar terkembang, kisah kembali dimulai lengkum senyum di ujung senja dan debar yang demikian meraja "Selalu ada berjuta alasan untuk membawamu serta" katamu "Dan malam ini hanya ada aku dengan segudang tanya, dan engkau yang akan memecahkan karang" wajahnya melukis senyum; bimbang. Lalu kita menyusuri malam, berjalan beriring dibawah temaram lampu kota orang-orang lalu lalang, beberapa mengukir tawa sementara kepalaku penuh tanda tanya "apa yang hendak kau tanyakan, duhai?" tatapan mata tak seperti biasanya, aku melihat binar kata-kata berjatuhan dari atas kepala: ia ingin mengatakan sesuatu, tunggulah hingga membuncah sementara bawalah ia menaiki mesin waktu, mengisahkan lampau dimana semua kisah bermula dan terus saja kepala diputari tanda tanya "Duhai..Apa yang hendak engkau katakan?" Ia menjatuhkan tubuhnya ke belakang sofa sesekali matanya memejam sembari berkata sangat pelan "Mengapa tak pernah mati sega