Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2012

Tetiba merindukan Habiburahman

Tetiba merindukan habiburahman, dengan segala kesederhanaan dan dunia yang ditinggalkan dibelakangnya.. Tetiba merindukan habiburahman, ketika malam-malam lebih panjang dari siangnya, ketika berdiri lebih lama daripada berbaringnya..  Tetiba merindukan habiburahman, berkumpul bersama manusia-manusia yang menghambakan dirinya sepenuh diri; Hanya Allah di hati.. Tetiba merindukan habiburahman, ketika air mata jatuh menderas membasahi segala; pipi, sajadah dan panasnya nafsu, dosa.. Tetiba merindukan habiburahman, karena hati yang keras, jiwa yang tak khusyu, amal yang timpang, dosa yang menggunung.. Tetiba merindukan habiburahman..Allah, hadirkan selalu ia dihatiku, jangan sia-sia kan yang telah tertempuh, terdidik, terlatih itu

kembali terang

ada yang kembali setelah 3 purnama diliput gelap langit kembali cerah, terang, benderang mereka membentuk rasi; senyum maka aku bahagia, aku senang, aku tenang akan kujaga segala binar agar tak padam memesraimu dengan sekali pandang tanpa pernah bertanya: kapan engkau akan jatuh temaniku? tak pernah meminta: bersediakah kujemput engkau? cukup kembalimu membuatku senang selamat datang lagi terang..

tentang sebuah binar

binar yang tak pernah padam ia masih saja hadir, bahkan di sebuah kota yang telah mati tak ada yang hidup disana selain kenangan tapi ia selaksa hujan menghidupkan tanah yang gersang, rumput-rumput, kembang seketika saja gurun menjadi taman bunga entah sampai kapan dunia tak pernah benar-benar berhenti berputar bahkan ketika mata terpejam selalu saja ia menemukan pintu untuk menelusup masuk kemudian bercengkrama, lalu menari, menghidupkan kenangan siapakah gerangan yang akan mengusir segala bayang? lalu menggantikan sang penabuh debar?

Sepertiga malam..

Terjaga, hening mendaki, malam memuncak. Ada yang harus dirangkai, menjadikannya bercahaya; do'a.. Lalu dengarlah, lihatlah. langit yang riuh, ramai oleh do'a-do'a bersayap cahaya terbang dari sudut-sudut rumah.. Mimbar sepi yang dihamparkan, sajadah cahaya yang membawamu terbang ke ujung langit tertinggi.. Kemudian duduklah, mulailah dengan segala puja yang memang selayaknya dihantarkan, memesrai-Nya dg segala takjub; untaian tasbih Lalu ungkapkanlah segala: keluhmu, kesah, lelah, harap, takut, pinta, sesal.. Lalu rasakanlah, bulir-bulir cahaya yang berjatuhan dari kedua matamu. Membasuhmu dengan tenang, tentram..

Perempuan yang menari bersama hujan

Perempuan yang menari bersama hujan.. Wajahnya melukis senyum, Riang ketika percik demi percik air membasahi wajahnya Sementara aku memandangnya dari balik jendela, tersenyum Tetaplah menari disana duhai aku tak akan mendekat, mengganggumu menari bersama nada yang dihadirkan rinai yang menabuh bumi. Aku tak akan mendekat, memintamu berhenti dan menepi disini, bersamaku. Tetaplah menari disana duhai Cukup aku memandangmu disini dalam teduh ruang yang terkunci rapat jendela-jendelanya, juga pintunya. Tetaplah menari disana duhai mungkin suatu saat aku akan berhenti mengagumi tarianmu atau engkau tak melihat lagi aku disini memandangimu. Tapi ingatlah aku yang pernah tersenyum, selengkung pelangi. memandangimu, mengagumimu dari balik jendela kamarku saat rinai hujan memainkan nadanya; rindu..

Tentang kita (aku)?

Pernahkah engkau bermimpi, tentang kita yang duduk di sebuah taman yang hijau rumputnya. Langit setelah hujan, pelangi berpendar diantara putih awan yang kemayu di belai angin. Hanya ada kita, juga sekuntum bunga di ujung taman, yang aku janjikan untuk memetiknya dalam perjalanan kita pulang. Pernahkah engkau membayangkannya, tentang kita yang duduk dan menyandarkan kedua tangan kita di atas meja kayu di tengah tamannya. Mata kita saling pandang, sementara senyum terkembang, terurai jadi tentram. Pernahkah? Ataukah hanya sesisi khayal? Dimana hanya ada aku yang bermimpi, membayangkan. Tanpa sedikit pun terlintas di beranda khayalmu. Hanya ada aku di taman itu?

Pagi ini..

Pagi ini masih tentang itu Suara-suara yang berwujud kata wajah-wajah yang berputar-putar di kepala Dan..kamu. masih kamu yang menyungging senyum sehasta jarak; berupa bayang.

Dunia maya..

Suara-suara berlarian di sekitar kepala. Aku mendengar tapi mata tak menangkap wujudnya: semu. Entah apa yang kucari, wajah-wajah, percakapan, sandiwara, citra, rindu? Benarkah aku merindu? Malam yang memeluk, sementara mata menerawang jauh, melipat jarak. Lalu khayal mulai memainkan drama, melukis wajah lalu masing-masing memainkan peran. Dan selalu saja kamu, kamu dan kamu. Rindu? Mata terbuka memang, namun sejatinya ia hidup dalam pejam. Terabai semua di sekitar, padahal mereka nyata, dapat kau rasakan seperti hujan yang menampar-nampar wajah. Lalu kemanakah matahari? Bangunlah, segala disekelilingmu adalah taman bunga, sesekali bahkan bisa engkau lihat pelangi. Lalu rasakanlah segala tentram itu menelusup hingga ke dalam ufuk hatimu. Kamu? Juga aku. Apakah itu artinya kita harus berhenti..merindu?