Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2013

Perempuan di balik senja

 Seorang perempuan memandang cermin, lusuh, ia sudah tak mengingat kapan terakhir ia membasuhnya dengan lap basah. Debu-debu dipermukaannya, menampakan wajahnya yang juga lusuh ditelan senja. Dalam cermin itu ia melihat bayangan almanak, tepat dipinggir jendela yang memerah karena pantulan matahari senja. Perempuan beranjak, mendekati almanak “sudah tanggal muda, aku lupa membaliknya” ia bergumam, lalu membalikan lembaran kalender yang telah lima bulan terpampang didinding kamarnya. “ah..minggu depan ternyata tanggal lahirku, bertambah lagi umurku” ia mengusap pipinya; kasar. Ia lalu berjalan, mendekati jendela. Sudah senja, langit memerah megah. Sebentar lagi gelap sempurna menggulung terang. Ia masih disana, kembali jatuh kagum pada senja, tempat semua heningnya berhimpun. Ia tersenyum; satir.. “sudah lagi senja, padahal baru saja kulihat arak awan fajar. Satu persatu warna tersibak, cahaya memancar dari timur, menebar warna, semua yang dilaluinya menjadi i

Harus aku baca puisi

aku harus lebih banyak membaca puisi.. kamu kembali, huruf-huruf terkejut mati. Apa yang bisa dirangkai pada hadirmu yang selalu gemintang? Aku kehilangan kata-kata. Ia hilang seiring pergimu. Pun sisanya layu, mati; tak ada puisi tanpa kamu sebagai bayangan, pencipta seni; tak perlu kurangkaikan kalimat, mereka membentuk sendiri puja dan puji untuk kubacakan didepan rona merah pipimu. Dan kini kamu kembali, aku seperti seorang gagap yang kejatuhan benda langit; bintang..kamu. Apa yang harus kukatakan? apa yang harus aku rangkaikan? huruf-huruf belum kembali pulang.. Apakah aku harus membaca Sapardi? Chairil? atau Iqbal? penyair pujaanmu. Atau aku biarkan saja alam menari, menjadi puisi, untuk kamu? ah..aku harus membaca puisi lagi....