Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2013

Kisah di suatu ketika

Ini kisah dua purnama Di bulan panca, hari kelima Seorang pria pada wanita Ditawarkannya hati untuk ditinggali Disuguhkannya rasa agar dieja Lalu sang wanita pada pria Diberinya jawab dengan harap Disajikannya jiwa untuk ditautkan Untuk diterka Pada ujung mana kisah ditamatkan Antara nyata dan maya Usai berlalu dua purnama Sampai di bulan sapta, masih hari kelima Kisah mereka; pria-wanita tetap bernyawa Yang dijelma suatu ketika Hingga kini jadi   kita oleh: @riesna_

Bosan..

senja lagi, kamu lagi tak hendakkah engkau berlalu bersama musim penghujan? lalu meninggalkan bumi dalam subur taman? seperti jenuh pada gemerlap bintang pada nyanyiannya di puncak malam pada sakit berwajah harap, yang mengaduh menabuh bosan..

Ruang hening..

Ruang hening.. disana hanya ada aku dan bayanganku sendiri tembok-tembok putih, tanpa kaca pun lantainya, pun langit atapnya, semuanya sama aku dimana? di langit-langitnya? lantainya? atau di tembok-tembok? yang membedakan hanyalah salah satu sudut temboknya disana ada sebuah lukisan yang berkisah tentang alam gunung-gunung, desa, lembah, mata air aku diam, tanpa sepaah katapun berlarian disana apa yang kupikirkan? tak ada aku hanya diam, tak memikirkan apapun, siapapun hanya ada aku dan bayanganku sendiri siapa yang ingin menemaniku di ruangnya? lalu bercerita, lalu bernyanyi dengan pikiran kita sendiri dalam sepi, dalam hening. dalam diam

Tanda tanya

Entah bagaimana awalnya, tetiba saja semuanya menjadi tak beraturan beberapa orang kembali masuk ke dalam lingkaran sementara beberapa lagi justru meninggalkannya padahal hati telah meyakini dengan benar: tentang sesiapa yang akan benderang namun begitulah, kisah mungkin masih akan panjang pada alur yang demikian memusingkan beberapa orang menyerahkannya pada angin beberapa jadi penantang matahari, tapi aku hanya duduk-duduk saja tak pernah mengerti, kemana dan seperti apa kisah ini menjadi ada yang menyebutku si dungu, pada kisah-kisah yang berlalu tak pernah aku mencatatnya di putih awan, atau pasir pantai jadilah seperti itu, aku tak pernah belajar dari putaran kisah yang beberapa merupakan pengulangan dari masa yang lampau dan sekarang..kisah seperti berhenti sebentar aku memegang remote yang sejenak menghentikan gerak awan, angin dan matahari aku berhenti sejenak memandangi gumpalan awan dan mega lalu bertanya-tanya; apa yang akan terjadi setelah senja

Mungkin aku

Mungkin aku selalu berlebihan, tentang apapun Tentang langit, bulan, bebintang Aku seperti dungu, bangun dan terhuyung dari kejatuhannya lalu berjalan, berputar dan jatuh ke tempat aku mendaki bangun Lubang adalah tempat aku mengubangkan diri Lalu melihat terik dan biru langit, menghiba sebuah tali yang terjulur membawaku menuju singgasana langit dan awan   Mungkin aku. selalu berlebihan memberi nilai Pada bintang yang sejatinya hanyalah rinai hujan Saling mendongakan kepala, hingga putus urat malu; lupa diri Bukankah semua seperti catatan kisah para bodoh? Dimana aku, kamu, kita menjadi pemeran utamanya Tak ada yang antagonis kecuali keluguan kita memerankan cerita; sebagai para bodoh Beberapa menertawakan, tak sedikit menjadi pencibir Sebagian lagi bertepuk tangan, satu dua orang menggelengkan kepala kesal dan kita terlalu mendalami kisah, lalu merasa sebagai orang dengan kisah tertragis sesemesta..menyedihkan

tentang kita

sering kita berkata-kata, tentang banyak hal sering pula kita diam, bukan karena bosan tapi karena sudah tidak ada lagi yang bisa kita bicarakan kecuali isi hati. kita tak bisa menjadikannya sebenderang matahari ia seperti temaram rembulan; redup bahkan seringkali hilang tertutup kabut pun kita bukanlah para pengelana yang mampu membaca rasi bintang kita hanya para penduga yang tak pernah berhenti berdo'a: semoga kisah kita senantiasa..

Tetiba badai..

layar terkembang seperti biasanya senja itu angin berbisik pelan, mengantarkan kapal melaju ke tujuan sesekali ombak, namun tak pernah menjadi karang yang sejenak menghentikan. kapal terus berlayar,mengarungi lautan besar. lalu tetiba hitam, langit berubah kelam angin memusarkan laut menjadi badai. Menakutkan ia mengguncang badai dengan keras, dengan kencang bahkan beberapa penumpang terpelanting keluar telah beranjak malam, gelap semakin mencekam ketika tiba-tiba serombongan asing menyerbu kapal, menaikinya dengan kasar. Sang nahkoda harus diangkut pulang, ia bersalah mengeruk emas di dasar lautan terlarang para penumpang terhentak diam. ada yang menggelengkan kepala lalu geram, kecewa, marah, lalu melompat keluar dari kapal ada yang diliputi tanda tanya, "benarkah ia seperti yang mereka sangka?" namun ia tetap dalam kapal namun, amat sangat banyaklah yang percaya apa yang sang nahkoda katakan: "jangankan aku, tidak keluargaku, tidak seluruh penghuni k