Langsung ke konten utama

pintu..tentang sebuah pintu

tetiba seseorang mendekat lalu berkata "pintu yang telah kamu berpaling dan menjauh itu terbuka lagi, bilakah kamu berbalik dan mencoba kembali mengetuknya?"
"tidak" kataku "aku tak pernah benar-benar mengharapkannya terbuka lalu sang penghuni mempersilahkanku masuk. Aku hanya pengagum kayu jati yang menjadi bahan pintu, pun sang penghuni aku yakin dia adalah sebaik-baik pecinta seni."

"bodoh" katanya "kalian akan menjadi sepasang seri, rumah yang dihuni akan dipenuhi barang-barang bercitarasa tinggi. Ada apa denganmu, telah jadikah engkau seorang pengecut dungu?"

"kalian tak akan mengerti, para pengagum itu tak selalu ingin memiliki. Terkadang mereka sadar diri, menilai diri dengan langit, jika mereka adalah punuk maka batasnya adalah merindu, cukup sampai disitu. Tak harus mereka menaiki awan untuk memeluk bulan."

"kamu membohongi dirimu sendiri"

"tanyakanlah pada para perindu, apa mereka ingin selalu bertemu? tentu. Apa mereka ingin memiliki apa yang mereka damba-damba? pasti. Tapi tak selalu seperti itu, beberapa hanya membawanya di alam mimpi, alam khayal, alam rindu. Saat ia terjaga ia kembali menapak bumi, 'aku bukanlah makhluk langit, aku hanyalah pemuja pintu'.

"jikalau ia mengajakmu masuk? rembulan menjadi sedekat keningmu, masihkah engkau kan berlalu?"

"apa yang bisa kamu katakan tentang waktu? kamukah penghuni masa depan atau hanya seorang penerka seperti halnya aku? pintu itu hanya terbuka, tapi bisa saja dia menunggu seseorang pulang. Bukankah langit sudah memerah senja?. Aku sudah berdiri sedari pagi, pernahkah ia bertanya mengapa aku mengagumi pintu rumahnya? takkah ia membuka sedikit saja jendela agar aku bisa melihat sebahagian isi rumahnya? tidak. Dan disaat senja kenapa tiba-tiba engkau berkata ada jalan bagimu melewati pintu? tidak, aku sudah berlalu, aku menuju pulang."

"terserah, menyesal lah"

"para punuk tak pernah menyesal menjadi punuk, menyesal lah ia yang menjadi rembulan, bebintang, kahyangan, hingga hanya sedikit orang yang bermimpi mampu menggapai.

"nanti saja" kataku "jikalau taman-taman hijau yang air mengalir dibawahnya itu menjadi tempat terakhirku, aku akan memintanya tanpa perlu mengetuk pintu. Bukankah semua kisah akan lebih kekal dan indah disitu?"

"terserah, pecundang.." katamu sembari berlalu. Lalu langit menelanmu; hilang

aku diam, disudut terkelam malam, memeluk angin....dibunuh rindu

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Senja di Palestina..

Senja di palestina, bidadari berbaris rapi menyambut para syuhada, sebagian berebut ruh mereka di tanah-tanah ajaib; Gaza.. Senja di Palestina.. raungan cekaman silih berganti rasa: syahid yang dimimpikan, syurga yang dijanjikan.. Senja di Palestina.. jutaan do'a bersayap cahaya menembus langit, beberapa mengiringinya dengan air mata, juga sesak; hanya itu yg dia bisa Senja di Palestina.. sesaat lagi fajar kemenangan akan tiba, menerbitkan cahaya di timur yang mengangkasa, dari Gaza.. 

Perempuan di balik senja

 Seorang perempuan memandang cermin, lusuh, ia sudah tak mengingat kapan terakhir ia membasuhnya dengan lap basah. Debu-debu dipermukaannya, menampakan wajahnya yang juga lusuh ditelan senja. Dalam cermin itu ia melihat bayangan almanak, tepat dipinggir jendela yang memerah karena pantulan matahari senja. Perempuan beranjak, mendekati almanak “sudah tanggal muda, aku lupa membaliknya” ia bergumam, lalu membalikan lembaran kalender yang telah lima bulan terpampang didinding kamarnya. “ah..minggu depan ternyata tanggal lahirku, bertambah lagi umurku” ia mengusap pipinya; kasar. Ia lalu berjalan, mendekati jendela. Sudah senja, langit memerah megah. Sebentar lagi gelap sempurna menggulung terang. Ia masih disana, kembali jatuh kagum pada senja, tempat semua heningnya berhimpun. Ia tersenyum; satir.. “sudah lagi senja, padahal baru saja kulihat arak awan fajar. Satu persatu warna tersibak, cahaya memancar dari timur, menebar warna, semua yang dilaluinya menjadi i

Tentang debar, deras kata dan hening hujan..

Layar terkembang, kisah kembali dimulai lengkum senyum di ujung senja dan debar yang demikian meraja "Selalu ada berjuta alasan untuk membawamu serta" katamu "Dan malam ini hanya ada aku dengan segudang tanya, dan engkau yang akan memecahkan karang" wajahnya melukis senyum; bimbang. Lalu kita menyusuri malam, berjalan beriring dibawah temaram lampu kota orang-orang lalu lalang, beberapa mengukir tawa sementara kepalaku penuh tanda tanya "apa yang hendak kau tanyakan, duhai?" tatapan mata tak seperti biasanya, aku melihat binar kata-kata berjatuhan dari atas kepala: ia ingin mengatakan sesuatu, tunggulah hingga membuncah sementara bawalah ia menaiki mesin waktu, mengisahkan lampau dimana semua kisah bermula dan terus saja kepala diputari tanda tanya "Duhai..Apa yang hendak engkau katakan?" Ia menjatuhkan tubuhnya ke belakang sofa sesekali matanya memejam sembari berkata sangat pelan "Mengapa tak pernah mati sega