tetiba seseorang mendekat lalu berkata "pintu yang telah kamu berpaling dan menjauh itu terbuka lagi, bilakah kamu berbalik dan mencoba kembali mengetuknya?"
"tidak" kataku "aku tak pernah benar-benar mengharapkannya terbuka lalu sang penghuni mempersilahkanku masuk. Aku hanya pengagum kayu jati yang menjadi bahan pintu, pun sang penghuni aku yakin dia adalah sebaik-baik pecinta seni."
"bodoh" katanya "kalian akan menjadi sepasang seri, rumah yang dihuni akan dipenuhi barang-barang bercitarasa tinggi. Ada apa denganmu, telah jadikah engkau seorang pengecut dungu?"
"kalian tak akan mengerti, para pengagum itu tak selalu ingin memiliki. Terkadang mereka sadar diri, menilai diri dengan langit, jika mereka adalah punuk maka batasnya adalah merindu, cukup sampai disitu. Tak harus mereka menaiki awan untuk memeluk bulan."
"kamu membohongi dirimu sendiri"
"tanyakanlah pada para perindu, apa mereka ingin selalu bertemu? tentu. Apa mereka ingin memiliki apa yang mereka damba-damba? pasti. Tapi tak selalu seperti itu, beberapa hanya membawanya di alam mimpi, alam khayal, alam rindu. Saat ia terjaga ia kembali menapak bumi, 'aku bukanlah makhluk langit, aku hanyalah pemuja pintu'.
"jikalau ia mengajakmu masuk? rembulan menjadi sedekat keningmu, masihkah engkau kan berlalu?"
"apa yang bisa kamu katakan tentang waktu? kamukah penghuni masa depan atau hanya seorang penerka seperti halnya aku? pintu itu hanya terbuka, tapi bisa saja dia menunggu seseorang pulang. Bukankah langit sudah memerah senja?. Aku sudah berdiri sedari pagi, pernahkah ia bertanya mengapa aku mengagumi pintu rumahnya? takkah ia membuka sedikit saja jendela agar aku bisa melihat sebahagian isi rumahnya? tidak. Dan disaat senja kenapa tiba-tiba engkau berkata ada jalan bagimu melewati pintu? tidak, aku sudah berlalu, aku menuju pulang."
"terserah, menyesal lah"
"para punuk tak pernah menyesal menjadi punuk, menyesal lah ia yang menjadi rembulan, bebintang, kahyangan, hingga hanya sedikit orang yang bermimpi mampu menggapai.
"nanti saja" kataku "jikalau taman-taman hijau yang air mengalir dibawahnya itu menjadi tempat terakhirku, aku akan memintanya tanpa perlu mengetuk pintu. Bukankah semua kisah akan lebih kekal dan indah disitu?"
"terserah, pecundang.." katamu sembari berlalu. Lalu langit menelanmu; hilang
aku diam, disudut terkelam malam, memeluk angin....dibunuh rindu
Komentar
Posting Komentar