Rangkai kata yang menari, mencoba menelisik sunyi dalam geram yang diciptakan sendiri. Itulah bayang, segurat sinar membentuk bayangan yang mengambil alih desir menjadi langkah. jika cahaya itu diam, terdiam pulalah langkah, hanya berputar-putar saja di tempat, menari, seperti para penari-penari sufi.
betapa namyak mata yang tertutup, sementara ia sibuk menjaga agar hijabnya tak jatuh. maka salahkanlah waktu dimana ia bisa saja membuka tirai langit. Benderang segala yang terpandang, tak lagi resah akan gelap yamg menggulung, menggantung, saling bertindih.
Sebuah kereta terparkir di ujung ampun. ia ingin melangkah kesana kemudian menghilang, nyaris tanpa jejak. adapun yang bertanya mengapa ia akan menjawab tenang ; aku ingin sejenak melepaskan penat di rindang bukit. Padahal ia melenyapkan diri ke balik bukit hingga ujung kukunya tak pernah lagi tampak.
pandangannya pada jam pasir yang lambat laun akan habis juga. sampai kapan malam dan siang saling mengganti, atau gugur dan subur daun berulang kali menjadi lukisan. Ia tak pandai menjawab, seperti halnya pada deret angka yang diacak berbagai rumus ilmu, dimana ia hanya duduk memandang lembaran kertas sementara dua tangannya memegang kepala, tanda ampun.
berhenti saja mengumbar cerita, agar tak semakin banyak embun menyentuh dedaun. mungkin ia akan menutupinya dengan plastik tebal, hingga tak banyak yang bisa melihatnya menari-narikan kata, di suatu pagi saat matahari sedang hangat-hangatnya.
betapa namyak mata yang tertutup, sementara ia sibuk menjaga agar hijabnya tak jatuh. maka salahkanlah waktu dimana ia bisa saja membuka tirai langit. Benderang segala yang terpandang, tak lagi resah akan gelap yamg menggulung, menggantung, saling bertindih.
Sebuah kereta terparkir di ujung ampun. ia ingin melangkah kesana kemudian menghilang, nyaris tanpa jejak. adapun yang bertanya mengapa ia akan menjawab tenang ; aku ingin sejenak melepaskan penat di rindang bukit. Padahal ia melenyapkan diri ke balik bukit hingga ujung kukunya tak pernah lagi tampak.
pandangannya pada jam pasir yang lambat laun akan habis juga. sampai kapan malam dan siang saling mengganti, atau gugur dan subur daun berulang kali menjadi lukisan. Ia tak pandai menjawab, seperti halnya pada deret angka yang diacak berbagai rumus ilmu, dimana ia hanya duduk memandang lembaran kertas sementara dua tangannya memegang kepala, tanda ampun.
berhenti saja mengumbar cerita, agar tak semakin banyak embun menyentuh dedaun. mungkin ia akan menutupinya dengan plastik tebal, hingga tak banyak yang bisa melihatnya menari-narikan kata, di suatu pagi saat matahari sedang hangat-hangatnya.
Komentar
Posting Komentar