Langsung ke konten utama

Meninggalkan, melupakan..

    Meninggalkan adalah cara terbaik melupakan, seorang bijak mengatakan demikian. terdengar absurd memang karena pada kenyataannya kita justru jadi sulit melupakan karena meninggalkan atau ditinggalkan. Dari sanalah justru malam-malam kita menjadi lebih panjang dengan lamunan, atau angan. seperti menaiki mesin waktu atau menonton video2 lama dimana kita ada disana, lalu tersenyum ; satir.
    Lalu apa makna yang coba diungkapkan sang bijak? mungkin seperti mencoba membaca arah mata angin atau gerakan mendung saat langit sedang terik-teriknya. Meninggalkan adalah cara terbaik melupakan, begitu katanya. Mungkin jika kita membacanya lebih dalam kita akan melihat makna sebenarnya, persis seperti musafir atau nelayan yang mampu membaca rasi bintang sebagai petunjuk jalan saat langit sedang kelam.
    Jika kita ingin melupakan maka salah satu cara terbaik ternyata memang demikian ; meninggalkan. Apa yang harus ditinggalkan? bukankah ragawi memang sudah terpisah?. disinilah salahnya para pemeluk lara itu. mereka meninggalkan raga tapi tidak seluruhnya, sepenuhnya. ada hati, rasa, jiwa, harap yang masih saja tertinggal disana, tidak ikut pergi. maka disanalah sebenarnya letak mendungnya, letak resahnya, kita meninggalkan tapi tidak pernah benar-benar meninggalkan.
    maka menjadi tepatlah apa yang dikatakan si bijak, jika kita ingin benar2 melupakan ( dibaca demikian ) maka kita juga harus benar2 meninggalkan, seluruhnya, total, nyaris tanpa sisa. umpamakan dengan orang yang pindahan rumah, semua barang harus dibawa, walau harus bagian demi bagian isi rumah dipindahkan, tidak mengapa yang penting semuanya dipastikan telah terangkut.
Kita harus bisa melupakan setiap potong kenangan dengan benar2 pergi dari ruang bernama kenangan itu, kita harus benar2 melupakan wajah dengan benar2 pergi dari ruangan yang penuh gambar wajah itu, begitu juga dengan senyum, tawa, atau apapun yang telah mengingatkan semuanya harus benar2 ditinggalkan, sempurnakan pergi.
    Meninggalkan dalam frasa ini juga bisa berarti memutuskan. memutuskan semua hal yang berhubungan dengan potongan2 kenangan itu. pada interaksi yang dihentikan salah satunya. jika kamu lemah, berhentilah berinteraksi, sekecil apapun. namun kembalilah siga jiwamu telah setinggi gunung, silaturahim tak pernah boleh terputus. namun jika jiwamu benar2 lemah berdiam dirilah dulu disana dalam goa, dimana tak ada yang dapat menghubungkanmu dengan dunia yang penuh potongan2 kenangan itu. bisa juga kita menggantikan wajah, adegan, gambaran di setiap potongan kenang itu, itu jika jiwamu sudah mulai membukit, menuju gunung. jika belum juga? waktumu masih panjang, hingga datang cerita2 baru yang harus diperani, sebelum naskah itu datang sempurnakanlah pergi, jangan kembali.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Senja di Palestina..

Senja di palestina, bidadari berbaris rapi menyambut para syuhada, sebagian berebut ruh mereka di tanah-tanah ajaib; Gaza.. Senja di Palestina.. raungan cekaman silih berganti rasa: syahid yang dimimpikan, syurga yang dijanjikan.. Senja di Palestina.. jutaan do'a bersayap cahaya menembus langit, beberapa mengiringinya dengan air mata, juga sesak; hanya itu yg dia bisa Senja di Palestina.. sesaat lagi fajar kemenangan akan tiba, menerbitkan cahaya di timur yang mengangkasa, dari Gaza.. 

Perempuan di balik senja

 Seorang perempuan memandang cermin, lusuh, ia sudah tak mengingat kapan terakhir ia membasuhnya dengan lap basah. Debu-debu dipermukaannya, menampakan wajahnya yang juga lusuh ditelan senja. Dalam cermin itu ia melihat bayangan almanak, tepat dipinggir jendela yang memerah karena pantulan matahari senja. Perempuan beranjak, mendekati almanak “sudah tanggal muda, aku lupa membaliknya” ia bergumam, lalu membalikan lembaran kalender yang telah lima bulan terpampang didinding kamarnya. “ah..minggu depan ternyata tanggal lahirku, bertambah lagi umurku” ia mengusap pipinya; kasar. Ia lalu berjalan, mendekati jendela. Sudah senja, langit memerah megah. Sebentar lagi gelap sempurna menggulung terang. Ia masih disana, kembali jatuh kagum pada senja, tempat semua heningnya berhimpun. Ia tersenyum; satir.. “sudah lagi senja, padahal baru saja kulihat arak awan fajar. Satu persatu warna tersibak, cahaya memancar dari timur, menebar warna, semua yang dilaluinya menjadi i

Tentang debar, deras kata dan hening hujan..

Layar terkembang, kisah kembali dimulai lengkum senyum di ujung senja dan debar yang demikian meraja "Selalu ada berjuta alasan untuk membawamu serta" katamu "Dan malam ini hanya ada aku dengan segudang tanya, dan engkau yang akan memecahkan karang" wajahnya melukis senyum; bimbang. Lalu kita menyusuri malam, berjalan beriring dibawah temaram lampu kota orang-orang lalu lalang, beberapa mengukir tawa sementara kepalaku penuh tanda tanya "apa yang hendak kau tanyakan, duhai?" tatapan mata tak seperti biasanya, aku melihat binar kata-kata berjatuhan dari atas kepala: ia ingin mengatakan sesuatu, tunggulah hingga membuncah sementara bawalah ia menaiki mesin waktu, mengisahkan lampau dimana semua kisah bermula dan terus saja kepala diputari tanda tanya "Duhai..Apa yang hendak engkau katakan?" Ia menjatuhkan tubuhnya ke belakang sofa sesekali matanya memejam sembari berkata sangat pelan "Mengapa tak pernah mati sega