Suatu pagi di ruangan
kelas Tahfidz Qur’an. Seorang lelaki paruh baya, berkoko putih dan berjenggot
tipis memasuki ruangan. Ia berjalan cepat dan terlihat memegang beberapa berkas
dan Mushaf Qur’an. Aku memandanginya hingga ia menyimpan berkas-berkas itu di
meja dan duduk di depan kami semua.
“Assalammualaikum
warahmatullahi wabarakatuuh..teman-teman semua, perkenalkan ana Ahmad Zainul
Haq, Insya Allah ana yang akan membimbing antum semua selama disini. Mohon
kuatkan azzam , keikhlasan, agar selama disini Allah memudahkan langkah-langkah
kita, mewujudkan cita-cita kita dan melayakkan kita menjadi pemanggul amanah
besar sebagai penjaga kalam-Nya, insya Allah. Baik sebelum mulai kelasnya, ana
mau bertanya terlebih dahulu. Adakah disini yang sudah siap menikah?”
Kami terkejut
mendengar pertanyaan Ust. Ahmad, dihari pertama kami. Yang ditanyakan bukan tentang kesiapan atau
sudah berapa banyak hafalan kami, tapi beliau menanyakan tentang kesiapan kami
menikah. Menangkap kebingungan di wajah-wajah kami, Ust Ahmad melanjutkan
pembicaraannya
“Akan lebih baik
kiranya para pemanggul amanah ini sudah menyempurnakan agamanya memang, bukan
suatu kewajiban jika para penghafal Qur’an harus lebih dahulu menikah, tentu
tidak. Tapi tentunya ini akan jauh lebih baik, apalagi ana lihat umur-umur
kalian sudah layak. Pokoknya siap-siap saja jika sewaktu-waktu ana sodorkan CV
lamaran, atau meminta kalian mengumpulkan CV lamaran. Demikian, sekarang buka
mushaf masing-masing, kita langsung menghafal hari ini juga.”
Kami membuka mushaf masing-masing, sementara
hati masih diliputi keheranan. “aku akan dijodohkan?” batinku
****************
Suara murattal Qur’an Syeikh Sa’ad Al-Ghamidi
mengalun lembut, aku mendengarkannya dalam perjalanan pulang di bus Damri yang
biasa kutumpangi. Sudah jalan 3 bulan aku mengikuti kelas Tahfidz Qur’an di
sebuah Qur’an center dan hafalanku sudah mulai bertambah banyak. Tekadku untuk
menjadi penghafal Qur’an ini benar-benar telah memenuhi rongga dada, segala
puji bagi-Nya, karena tiba-tiba saja aku jadi dilimpahi kecintaan yang melimpah
ruah pada Al-Qur’an.
Mungkin awalnya
ketika saat itu sahabatku Nuri mengajak ke sebuah pengajian yang ternyata
adalah pengajian khusus tahsin, dimana para jemaah diajarkan untuk membaca
Al-Qur’an dengan baik dan benar. Aku benar-benar terpesona saat itu. Aku yang
mengira bacaanku sudah baik ternyata masih sangat jauh dari benar. Setelah itu
aku jadi rutin mengikuti pengajian itu bareng Nuri, lalu tiba-tiba saja aku jadi
menyenangi Al-Qur’an. Aku mulai mengganti hobiku mendengarkan lagu dengan mendengarkan
murattal para Qurra, mulai dari Al-Ghamidi,
Al-Mathroed, Hani ar-Rifa’I, Saiful Islam, Abdul Aziz Abdul ro’uf, Hanan Attaqi
dan lain-lain. Aku juga jadi menyenangi mengikuti kajian-kajian tentang Qur’an,
membaca buku-buku tentang Qur’an dan mengikuti Mabit, dimana disana aku bisa
berlama-lama shalat dan mendengarkan imam membacakan ayat-ayat panjang. Aku
menikmati air mata yang berjatuhan ketika mendengarnya dibacakan.
Dan akhirnya
tibalah aku disana, atas izin-Nya entah kenapa tiba-tiba saja aku merasa ingin
mempunyai seorang guru yang bisa membimbingku untuk menghafal al-Qur’an.
“Ada pembukaan
Qur’an center baru lho tih, disana kamu bisa ikutan kelas tahfidz, masa setoran
hafalannya ke aku melulu” Kata Nuri suatu ketika.
“hehe habis ke
siapa lagi, yang mau lomba banyak-banyak hafalan kan kita doang nur”
“Iya, tapi
afdholnya emang harus ke guru, biar lebih fokus. Udah besok aku anter kamu
daftar kesana ya?”
“iya deh, gimana bu
Nuri aja, aku ngikut. Tapi kamu ikut daftar juga kan?”
“hehe..ngga
kayanya, kamu aja. Aku kan masih sibuk kuliah hehe”
“huu gimana sih,
nyuruh orang eh dianya sendiri ngga ikutan. Ya udah deh besok anterin ya”
“siip, pulangnya
traktir coklat ama eskrim ya? Hehe”
“bereees..”
Aku dan Nuri
memang bersahabat baik, kami sekelas sejak smp, sma bahkan satu jurusan ketika
kuliah. Tapi Nuri lalu melanjutkan kuliahnya ke S1, sementara aku memilih untuk
bekerja setelah menyelesaikan D3. Namun komunikasi kami tetap terjaga, salah
satunya seringnya kami pergi ke majelis-majelis ta’lim di seputaran Bandung
untuk mencari ilmu dan wisata kuliner, hobi kami berdua sejak dulu.
Namun dalam 5 bulan
terakhir ini Nuri berubah, ia tidak lagi seperti Nuri yang aku kenal dulu. Ia
seperti menjaga jarak, sms-sms nya pun hanya seperlunya saja, sekedar membalas
singkat atau bertanya tentang suatu hal yang penting. Tidak ada lagi sms-smsnya
yang berisi curhatan tentang kampusnya, keluarga, teman-temannya atau membahas
film-film bioskop terbaru, tak ada lag sms-smsnya mengajak ketemuan untuk
sekedar mengantarnya membeli buku atau wisata kuliner. Ia benar-benar berubah !
Aku mencoba untuk
tak begitu memperdulikannya memang, pekerjaan, organisasi dan kegiatan
menghafal ini benar-benar telah menyita waktuku sekarang. Bahkan kalaupun ada
ajakan-ajakan darinya tentu aku akan secara halus menolaknya, terlebih setelah
Ust. Ahmad membekali ilmu tentang hubungan laki-laki dan perempuan. Aku jadi
malu sendiri akhirnya, seorang penghafal tentu harus benar-benar bisa menjaga
diri dan hafalannya, termasuk pergaulannya. Dan mungkin salah satunya adalah
tentang intensitas pertemuanku dengan Nuri.
“Kak fatiih tadi
ada telpon dari kak Nuri” teriak adikku ketika aku baru sampai rumah
“hah? Tumben..apa
katanya?”
“katanya ada
undangan dari Rizal, undangannya ada di kak Nuri. Tadi coba ngehubungin kak
Fatih tapi ga nyambung”
“iya, lowbat
hpnya. Udah ngomong gitu aja?”
“Ngga, Kak Nuri
bilang juga berangkat kesananya bareng aja berdua, biar termotivasi nyusul”
“hah ! beneran dia
ngomong gitu?”
“haha ngga laah,
becanda..eciyeee ngareeep..ciyeee haha” lalu aku melemparkan boneka Winnie the
pooh besar ke adikku satu-satunya itu, lalu aku segera masuk ke kamar,
menyembunyikan wajahku yang ternyata memerah; malu.
Setelah isya aku
memilih untuk segera tidur, namun gagal, mataku enggan terpejam. Aku mengambil
hp yang sudah tercharge full lalu mulai menjelajah ke dunia sosial media.
Setelah beberapa saat menjelajah akhirnya aku menemukan update status dari
Nuri. Status yang ia tulis tidak seperti biasanya, ia menulis tentang semangat
berdakwah, aku pun sampai merasakan semangatnya itu walau hanya membaca tulisannya.
Penasaran, lalu aku membuka laman profilnya secara khusus untuk membaca
status-statusnya yang lain, karena kebetulan sudah 3 bulan aku tidak menjelajah
dunia maya. Dan lagi-lagi aku dibuat terkejut, ia benar-benar telah berubah
sekarang. Status-statusnya bukan lagi status-status galau atau tidak penting
seperti biasanya, tapi statusnya sekarang dipenuhi dengan kutipan ayat-ayat
Qur’an, hadits, dakwah. Tak jarang statusnya itu kutipan perkataan dari para
Tabi’in, Hasan Al-Bana, Sayyid Quthb, Said
Hawa, Fathi yakan, Anis matta dan lain-lain. Lalu aku melihat sebuah foto yang
ia upload beberapa minggu yang lalu
“Hah! Nuri ikut
aksi untuk Palestina dan berjilbab lebar sekarang? Apa aku tidak salah lihat?
Masya Allah, Alhamdulillah..” Aku bersyukur, lalu tersenyum. Aku tahu sekarang
penyebab mengapa ia berubah secepat itu.
***************
“Ceritanya waktu
itu aku kesorean di kampus, takut ngga keburu ashar di jalan akhirnya aku
nunggu ashar di mesjid kampus. Lalu aku ngeliat beberapa akhwat datang, sekitar
10 orangan lah, lalu mulai membentuk lingkaran, membaca Al-Qur’an dan
mendengarkan tausyiah dari seorang pembimbing mereka yang disebut Murabbiyah.
Karena bosan, aku lalu meminta izin untuk ikut bergabung, masya Allah mereka
semua baiik banget, mereka semua tersenyum lalu memperkenalkan diri
masing-masing. Aku seperti menemukan dunia baru setelah itu, aku kemudian
intens untuk ikut lagi kajian-kajian yang mereka adakan, Liqo kami menyebutnya,
dan Alhamdulillah, itu menjadi jalan hidayah yang bener-bener indah buat aku
Tih, aku benar-benar bersyukur bisa mengenal mereka, apalagi setelah mengetahui
ternyata lingkaran kita pun bukan hanya disini, tapi beribu-ribu di tempat
lainnya. Aku sampai meneteskan air mata ketika bertemu ribuan dari mereka dalam
aksi solidaritas palestina tempo hari, aku benar-benar bersyukur.”
Nuri menceritakan
awal kisahnya berubah. Saat itu aku tak sengaja aku lewat didepan rumahnya,
lalu memutuskan mampir untuk mengambil undangan yang dititipkan. Nuri
menggunakan jilbab yang lebar, rok lebar dan berkaus kaki, bukan lagi Nuri yang
dulu, yang berjilbab tapi masih menggunakan jeans dan sandal kemana-kemana. Di
temani adik satu-satunya Azra yang sibuk mewarnai Nuri menceritakan semuanya.
“Sekarang aku
tergabung dalam sebuah Lembaga dakwah kampus, kader di sebuah gerakan tarbiyah
dan persaudaraan muslimah, do’akan ya agar Nuri senantiasa istiqamah.” Ia
tersenyum
“Waah hebaat, luar
biasa deh Nuri sekarang. Sibuk banget dong ya sekarang? Sampai ngga ada waktu
buat wiskul lagi hehe”
“iya,
Alhamdulillah sibuuk banget. Liqo, syuro, kajian-kajian di berbagai tempat,
kegiatan-kegiatan sosial, belum lagi jam kuliah yang padat plus bentar lagi
UTS. Tapi aku justru nikmatin semua ini, kalo malem-malem mau tidur tuh kadang
capee banget, tapi entah kenapa kok rasanya nikmat banget gitu ya, bisa
memanfaatkan, memaksimalkan waktu dengan baik hehe Eh Fatih kamu ikut juga
donk, cocok banget kamu kalau gabung disana. Ada temen-temen seperjuangan yang
baru dan murabbi yang akan membimbing kita menjadi manusia yang jauh lebih baik
lagi, lebih bermanfaat untuk ummat, lalu mencintai dakwah. Apalagi kamu kan
lagi ikut tahfidz Qur’an, waah cocok deh. Ikhwan idaman banyak akhwat ntar
hehe”
“haha..ada-ada aja, ane juga tau kok. Sama
kaya Nuri, ane juga udah ikutan semenjak pertama daftar tahfidz hehe”
“alhamdulillaah..kok
bisaa?” ia tersenyum lebar, lalu menutup mulutnya dengan tangan
“Jadi Ustadz Ahmad
itu ternyata adalah seorang pimpinan daerah gerakan tarbiyah kita Nur, ah kamu
juga pasti udah tahu kan siapa beliau. Ba’da hari pertama belajar itu beliau
menceritakan tentang gerakan ini lalu ngajakin kita-kita gabung untuk mengikti
Liqo rutin yang diadakan di mesjid deket rumahnya tiap ahad pagi. Tanpa
ragu-ragu lagi aku memutuskan bergabung saat itu juga, bayangkan yang mengajak
seorang hafidz Qur’an yang akhlaknya benar-benar baik. Kebetulan saat itu juga
aku udah tahu akan gerakan ini di berbagai majalah yang sering ane baca, luar
biasa memang. Banyak sekali orang-orang hebat disana, orang-orang baik,
orang-orang shaleh. Adalah sebuah kebodohan mungkin jika saat itu aku nolak
tawaran bergabung bersama orang-orang hebat itu, Alhamdulillah Allah menunjukan
jalan itu. Apalagi setelah tahu mereka care banget tentang Palestina, Nuri tahu
kan aku intens banget nyimak tentang Palestina sejak Sma. Makanya pas tahu
mereka juga disana tuhseperti gimana ya? Seneeeng banget, menemukan teman-teman
seperjuangan. Dan waktu aksi kemaren itu aku juga ada disana lho hehe”
“Waah masa? Kok
ngga ketemu ya? Hehe. Alhamdulillah, segala puji bagi Allah ya yang menunjuki
kita dengan jalan ini. Ngomong-ngomong kenapa kamu tiba-tiba datang ke rumah
ngedadak banget, mana sendirian lagi, ngga bawa temen.”
“hehe ngga sengaja lewat tadi, keinget
undangan. Plus penasaran, kok Nuri berubah ya gitu, jilbabnya lebar sekarang,
ngga pake jeans lagi ama ngajakin wiskul lagi haha”
“hehe perubahan
yang baik donk ya, eh iya mohon do’anya ya. Insya Allah mulai besok ane kkn ke
Sumedang. Dan oh ya, hafalan sudah sampai mana?”
“Hafalan masih
dirahasiakan, udah janji kalo sebelum beres ngga bakal bilang-bilang udah sampe
mananya hehe. Iya didoakan, semoga diberikan kemudahan, kelancaran, kesehatan,
keberkahan selama disana”
“aamiin, eh udah
disuruh nikah belum ama Ust. Ahmad? Beliau kan terkenal sebagai gudang cv yang
suka nikahin didikan-didikannya hehe”
“haha di hari
pertama aja udah ditembak kapan nikah”
“tuuh kan, kamu
jawab apa?”
“Ntar kata ane,
kalo hafalan udah nyampe Ar-Rahman hehehe”
“hehe iya semoga
dimudahkan ya, disegerakan”
“Aamiin..” lalu
aku pamitan pulang. Sepanjang perjalanan aku merasakan hal yang beda, yang
tidak biasa; tentang Nuri..ada apakah?
Sesampainya di
rumah aku masih diganggu perasaan-perasaan itu, tiba-tiba saja semua rekaman
wajah Nuri hadir di hadapan. Senyumnya, tawanya, jilbab birunya yang lebar.
Terkadang aku senyum-senyum sendiri, selama ini berteman dengan Nuri baru kali
ini aku merasakan sesuatu; debar. Pun wajah-wajah yang berkeliaran di seputar
kepala. Apakah aku jatuh..cinta?
***************
Setelah pertemuan
itu aku nyaris tak pernah lagi melihat Nuri, selain ia memang sedang KKN di
luar kota akupun semakin sibuk dengan berbagai agenda kerja, organisasi dan
hafalan, dalam 2 bulan kedepan target 4 juz awal harus segera diselesaikan
sebagai syarat kelulusan tingkat 2. Tapi bayangan wajah Nuri belum juga mampu
menghilang dari pandangan. Terkadang aku melihat status-status apa yang ia
tulis atau sesekali menyapanya lewat sms, aku malu, benar-benar malu. Tetiba
saja aku jadi canggung pada Nuri, padahal sebelumnya tidaklah seperti ini. Aku
benar-benar jatuh cinta..
Tetiba saja
menyeruak segala sepi, entah kenapa aku merasa bosan dengan kesendirian.
Tiba-tiba aku merindukan seseorang untuk
berbagi dan saling menyemangati. Sebuah fitrah yang tak mungkin dilawan,
kesendirian itu mencekat, mencekik leher-leher para penghuni sepi, dan aku
salah satu penghuni yang mulai merasakan sesak nafas karenanya. Ibu pun
berulang kali menyindir, kapankah kuakhiri kesendirian ini? Aku hanya bisa
tersenyum dan berkata agar beliau tak berhenti mengukir doanya.
“Akh Faris, 4 juz
antum sudah hampir selesai. Ana perkirakan minggu depan sudah bisa seleai,
mohon dipersiapkan hafalan dan CV antum, sesuai kesepakatan kita..” Sebuah sms
dari Ust. Ahmad benar-benar mengagetkanku. Aku teringat sesuatu sekarang,
dihari pertama itu aku membuat kesepakatan
untuk mengirimkan CV jika hafalanku telah smpai minimal 4 juz, dan minggu depan
janji harus segera ditepati.
Aku larut dalam bimbang, benarkah aku sudah
siap menanggung segalanya? Tapi disisi lain aku juga benar-benar senang karena
itu berarti akan berakhirlah semua kesendirianku, akan sempurnalah agamaku.
Namun dengan siapa? Siapkah aku menerima seseorang yang sama sekali belum aku
kenal? Yang hanya dengan satu atau dua pertemuan lalu mengajukan lamaran dan
melangsungkan pernikahan? Sanggupkah aku seperti itu?
Pertanyaan lain
yang tidak kalah mengganggu adalah, sanggupkah aku mencintai orang lain
sementara hati ini sebenarnya juga sedang mencintai seseorang? Ya, aku
mencintai Nuri, aku merindukan Nuri, aku ingin Nuri yang menjadi teman hidupku.
Tapi apakah benar semua rasa ini? atau
apakah aku hanya mencintai Nuri hanya karena pertemuan itu saja? Ataukah ini hanya cinta palsu yang dikirimkan
mata pada hati? Dan apakah Nuri merasakan hal yang sama? Apakah aku harus
mencoba menanyakannya? Aku benar-benar dibuat kepayahan dengan berbagai pertanyaan
yang berputar-putar di kepala. Aku mengambil air wudhu, aku ingin istikharah !
*************
Tak terasa
seminggu berlalu, aku menyimpulkan jika rasa ke Nuri mungkin hanya perasaan
sesaat saja setelah pertemuan itu, walau terkadang hati kecil mengingkarinya.
Aku memutuskan untuk mengirimkan CV saja ke Ust. Ahmad, sembari berdo’a penuh
harap semoga Allah memberi sebaik-baik pendamping hidup.
Seminggu setalah
aku kirimkan CV, ust Ahmad belum juga memberikan kabar. Sementara itu Nuri jadi
semakin rajin menanyakan kabar, update status dan menulis lagi di blog. Aku
merasakan lagi rasa-rasa itu kemudian, apalagi sms-sms yang ia kirimkan selalu
bisa membuat aku tersenyum, bahkan tertawa. Aku benar-benar dibuat tak karuan
karenanya, kali ini aku merasa sangat yakin, aku telah benar-benar jatuh hati
pada sahabatku sendiri Nuri. Aku yakin sekarang , aku tak bisa mengingkarinya.
Namun disisi lain aku harus juga bersiap-siap melupakan semuanya jika kemudian
CV ku ada yang menerima.
Bada shubuh aku
dikejutkan lagi dengan sebuah sms, jarang-jarang ada sms jam segini. Lalu aku
beranjak mengambil hp dan membaca pesan yang masuk, “Dari Ust, ahmad !!”
“Akh Fatih,
alhamdulillah ada kabar baik, proposal lamaran antum ada yang nerima. Hari ini
bada isya ana tunggu di rumah untuk memperlihatkan cv calon antum. Persiapkan
diri, teguhkan hati, kuatkan tekad. Wassalam” tiba-tiba dadaku berdebar kencang
“Sudah tibakah
saatnya ya Allah? Bismillah”
Pagi hari saat sarapan
aku menyampaikan perihal lamaran itu ke orang tua, respon mereka sangatlah
baik, mereka sangat mendukung agar aku segera menyempurnakan separuh agama. Aku
mensyukuri semuanya, walau bayangan Nuri masih saja terus mengganggu, beberapa
kali ia hadir juga di mimpi.
“Apa aku harus
mencoba mengatakannya dulu ya sebelum mendatangi Ust. Ahmad?” batinku
“tapi bukankah aku
telah menyerahkan semuanya pada Allah, memohonkan-Nya memberikan yang terbaik?
Aku telah memohonkan perlindungan dari sangkaan bahwa keinginanku lah,
pilihanku lah yang terbaik?. Aku telah memohon pada-Nya dengan amat sangat agar
ia memilihkanku yang terbaik, dan mungkin Ia telah menjawabnya. Seseorang telah
didatangkan-Nya, seseorang yang ia pilihkan untukku, bukankah aku seharusnya
bersyukur? Mungkin aku harus melihatnya dulu, semoga jika ia memang jodohku
Allah akan mudahkan” lalu aku kembali memantapkan hati.
Bada isya di rumah
Ust. Ahmad, aku dibawa masuk ke ruang perpustakaan . Aku dibuat takjub dengan
ribuan buku yang terpajang di 4 lemari besar yang menutupi tembok, ruangan itu
berkarpet dan tampak beberapa meja kecil tersebar disana. Aku kemudian
dipersilahkan duduk lesehan di salah satu meja yang ditunjuknya.
“Akh Fatih sudah
siap? Sudah memantapkan hati?” tanyanya, tatapannya tajam
“insya Allah
stadz, insya Allah ane udah siap” aku menunduk
“Baiklah, perihal
proposal yang antum kirimkan itu ana udah kabari bahwa Alhamdulillah, seorang
shalehah,kader dakwah, menerimanya. Namun ini kemudian kembali ke antum Fatih,
apakah bersedia juga menerima dia. Untuk itu ana akan perlihatkan cv nya dia,
lalu jika setuju dalam 2 hari kedepan kalian akan dipertemukan, untuk saling
mengenal dan kalau memungkinkan dilanjutkan dengan menentukan tanggal buat
lamaran. Kalian mungkin tidak saling mengenal sebelumnya, tapi percayalah jika
di hati kalian dipenuhi kecintaan kepada Allah, maka Insya Allah akan mudah
kedepannya, masing-masing dari kalian akan berpacu memberikan yang terbaik
untuk pasangannya masing-masing. Jika itu sudah terjadi maka gambaran keluarga
yang saling mencintai karena Allah itu akan mewujudkan keluarga yang sakinah,
mawaddah, arahmah, insya Allah. Yakin sudah siap tentang hal ini fatih?”
“Insya Allah ane
siap”
:Baiklah, ini cv
calonnya. Mohon antum baca baik-baik, antum lihat fotonya. Walaupun ini kali
pertama, walaupun antum baru pertama melihatnya, tapi gunakanlah hati antum
untuk melihatnya. Karena mungkin dialah yang Allah takdirkan sebagai pendamping
hidup antum, insya Allah”
Lalu Ustadz Ahmad
menyerahkan sebuah cv dalam map berwarna merah muda. Aku menerimanya dengan
penuh debar, sangat kencang. Keringat dingin pun mulai membasahi keningku.
“Bismillahirahmaanirrahiim” aku membuka cv itu perlahan……
lalu tersenyum,
sujud syukur.
“Alhamdulillah ya Allah….Nuri !” aku
menteskan air mata haru, dalam sujudku.
**** SELESAI ****
Komentar
Posting Komentar