Langsung ke konten utama

Aku, kamu, cinta..


    Suatu pagi di ruangan kelas Tahfidz Qur’an. Seorang lelaki paruh baya, berkoko putih dan berjenggot tipis memasuki ruangan. Ia berjalan cepat dan terlihat memegang beberapa berkas dan Mushaf Qur’an. Aku memandanginya hingga ia menyimpan berkas-berkas itu di meja dan duduk di depan kami semua.
    “Assalammualaikum warahmatullahi wabarakatuuh..teman-teman semua, perkenalkan ana Ahmad Zainul Haq, Insya Allah ana yang akan membimbing antum semua selama disini. Mohon kuatkan azzam , keikhlasan, agar selama disini Allah memudahkan langkah-langkah kita, mewujudkan cita-cita kita dan melayakkan kita menjadi pemanggul amanah besar sebagai penjaga kalam-Nya, insya Allah. Baik sebelum mulai kelasnya, ana mau bertanya terlebih dahulu. Adakah disini yang sudah siap menikah?”
    Kami terkejut mendengar pertanyaan Ust. Ahmad, dihari pertama kami.  Yang ditanyakan bukan tentang kesiapan atau sudah berapa banyak hafalan kami, tapi beliau menanyakan tentang kesiapan kami menikah. Menangkap kebingungan di wajah-wajah kami, Ust Ahmad melanjutkan pembicaraannya
   “Akan lebih baik kiranya para pemanggul amanah ini sudah menyempurnakan agamanya memang, bukan suatu kewajiban jika para penghafal Qur’an harus lebih dahulu menikah, tentu tidak. Tapi tentunya ini akan jauh lebih baik, apalagi ana lihat umur-umur kalian sudah layak. Pokoknya siap-siap saja jika sewaktu-waktu ana sodorkan CV lamaran, atau meminta kalian mengumpulkan CV lamaran. Demikian, sekarang buka mushaf masing-masing, kita langsung menghafal hari ini juga.”
    Kami membuka mushaf masing-masing, sementara hati masih diliputi keheranan. “aku akan dijodohkan?” batinku
                                                          ****************

    Suara murattal Qur’an Syeikh Sa’ad Al-Ghamidi mengalun lembut, aku mendengarkannya dalam perjalanan pulang di bus Damri yang biasa kutumpangi. Sudah jalan 3 bulan aku mengikuti kelas Tahfidz Qur’an di sebuah Qur’an center dan hafalanku sudah mulai bertambah banyak. Tekadku untuk menjadi penghafal Qur’an ini benar-benar telah memenuhi rongga dada, segala puji bagi-Nya, karena tiba-tiba saja aku jadi dilimpahi kecintaan yang melimpah ruah pada Al-Qur’an.
    Mungkin awalnya ketika saat itu sahabatku Nuri mengajak ke sebuah pengajian yang ternyata adalah pengajian khusus tahsin, dimana para jemaah diajarkan untuk membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar. Aku benar-benar terpesona saat itu. Aku yang mengira bacaanku sudah baik ternyata masih sangat jauh dari benar. Setelah itu aku jadi rutin mengikuti pengajian itu bareng Nuri, lalu tiba-tiba saja aku jadi menyenangi Al-Qur’an. Aku mulai mengganti hobiku mendengarkan lagu dengan mendengarkan murattal para Qurra, mulai dari  Al-Ghamidi, Al-Mathroed, Hani ar-Rifa’I, Saiful Islam, Abdul Aziz Abdul ro’uf, Hanan Attaqi dan lain-lain. Aku juga jadi menyenangi mengikuti kajian-kajian tentang Qur’an, membaca buku-buku tentang Qur’an dan mengikuti Mabit, dimana disana aku bisa berlama-lama shalat dan mendengarkan imam membacakan ayat-ayat panjang. Aku menikmati air mata yang berjatuhan ketika mendengarnya dibacakan.
     Dan akhirnya tibalah aku disana, atas izin-Nya entah kenapa tiba-tiba saja aku merasa ingin mempunyai seorang guru yang bisa membimbingku untuk menghafal al-Qur’an.
    “Ada pembukaan Qur’an center baru lho tih, disana kamu bisa ikutan kelas tahfidz, masa setoran hafalannya ke aku melulu” Kata Nuri suatu ketika.
    “hehe habis ke siapa lagi, yang mau lomba banyak-banyak hafalan kan kita doang nur”
    “Iya, tapi afdholnya emang harus ke guru, biar lebih fokus. Udah besok aku anter kamu daftar kesana ya?”
   “iya deh, gimana bu Nuri aja, aku ngikut. Tapi kamu ikut daftar juga kan?”
    “hehe..ngga kayanya, kamu aja. Aku kan masih sibuk kuliah hehe”
    “huu gimana sih, nyuruh orang eh dianya sendiri ngga ikutan. Ya udah deh besok anterin ya”
    “siip, pulangnya traktir coklat ama eskrim ya? Hehe”
    “bereees..”
    Aku dan Nuri memang bersahabat baik, kami sekelas sejak smp, sma bahkan satu jurusan ketika kuliah. Tapi Nuri lalu melanjutkan kuliahnya ke S1, sementara aku memilih untuk bekerja setelah menyelesaikan D3. Namun komunikasi kami tetap terjaga, salah satunya seringnya kami pergi ke majelis-majelis ta’lim di seputaran Bandung untuk mencari ilmu dan wisata kuliner, hobi kami berdua sejak dulu.
    Namun dalam 5 bulan terakhir ini Nuri berubah, ia tidak lagi seperti Nuri yang aku kenal dulu. Ia seperti menjaga jarak, sms-sms nya pun hanya seperlunya saja, sekedar membalas singkat atau bertanya tentang suatu hal yang penting. Tidak ada lagi sms-smsnya yang berisi curhatan tentang kampusnya, keluarga, teman-temannya atau membahas film-film bioskop terbaru, tak ada lag sms-smsnya mengajak ketemuan untuk sekedar mengantarnya membeli buku atau wisata kuliner. Ia benar-benar berubah !
    Aku mencoba untuk tak begitu memperdulikannya memang, pekerjaan, organisasi dan kegiatan menghafal ini benar-benar telah menyita waktuku sekarang. Bahkan kalaupun ada ajakan-ajakan darinya tentu aku akan secara halus menolaknya, terlebih setelah Ust. Ahmad membekali ilmu tentang hubungan laki-laki dan perempuan. Aku jadi malu sendiri akhirnya, seorang penghafal tentu harus benar-benar bisa menjaga diri dan hafalannya, termasuk pergaulannya. Dan mungkin salah satunya adalah tentang intensitas pertemuanku dengan Nuri.
    “Kak fatiih tadi ada telpon dari kak Nuri” teriak adikku ketika aku baru sampai rumah
   “hah? Tumben..apa katanya?”
    “katanya ada undangan dari Rizal, undangannya ada di kak Nuri. Tadi coba ngehubungin kak Fatih tapi ga nyambung”
    “iya, lowbat hpnya. Udah ngomong gitu aja?”
    “Ngga, Kak Nuri bilang juga berangkat kesananya bareng aja berdua, biar termotivasi nyusul”
    “hah ! beneran dia ngomong gitu?”
    “haha ngga laah, becanda..eciyeee ngareeep..ciyeee haha” lalu aku melemparkan boneka Winnie the pooh besar ke adikku satu-satunya itu, lalu aku segera masuk ke kamar, menyembunyikan wajahku yang ternyata memerah; malu.
    Setelah isya aku memilih untuk segera tidur, namun gagal, mataku enggan terpejam. Aku mengambil hp yang sudah tercharge full lalu mulai menjelajah ke dunia sosial media. Setelah beberapa saat menjelajah akhirnya aku menemukan update status dari Nuri. Status yang ia tulis tidak seperti biasanya, ia menulis tentang semangat berdakwah, aku pun sampai merasakan semangatnya itu walau hanya membaca tulisannya. Penasaran, lalu aku membuka laman profilnya secara khusus untuk membaca status-statusnya yang lain, karena kebetulan sudah 3 bulan aku tidak menjelajah dunia maya. Dan lagi-lagi aku dibuat terkejut, ia benar-benar telah berubah sekarang. Status-statusnya bukan lagi status-status galau atau tidak penting seperti biasanya, tapi statusnya sekarang dipenuhi dengan kutipan ayat-ayat Qur’an, hadits, dakwah. Tak jarang statusnya itu kutipan perkataan dari para Tabi’in,  Hasan Al-Bana, Sayyid Quthb, Said Hawa, Fathi yakan, Anis matta dan lain-lain. Lalu aku melihat sebuah foto yang ia upload beberapa minggu yang lalu
   “Hah! Nuri ikut aksi untuk Palestina dan berjilbab lebar sekarang? Apa aku tidak salah lihat? Masya Allah, Alhamdulillah..” Aku bersyukur, lalu tersenyum. Aku tahu sekarang penyebab mengapa ia berubah secepat itu.
                                                      ***************

     “Ceritanya waktu itu aku kesorean di kampus, takut ngga keburu ashar di jalan akhirnya aku nunggu ashar di mesjid kampus. Lalu aku ngeliat beberapa akhwat datang, sekitar 10 orangan lah, lalu mulai membentuk lingkaran, membaca Al-Qur’an dan mendengarkan tausyiah dari seorang pembimbing mereka yang disebut Murabbiyah. Karena bosan, aku lalu meminta izin untuk ikut bergabung, masya Allah mereka semua baiik banget, mereka semua tersenyum lalu memperkenalkan diri masing-masing. Aku seperti menemukan dunia baru setelah itu, aku kemudian intens untuk ikut lagi kajian-kajian yang mereka adakan, Liqo kami menyebutnya, dan Alhamdulillah, itu menjadi jalan hidayah yang bener-bener indah buat aku Tih, aku benar-benar bersyukur bisa mengenal mereka, apalagi setelah mengetahui ternyata lingkaran kita pun bukan hanya disini, tapi beribu-ribu di tempat lainnya. Aku sampai meneteskan air mata ketika bertemu ribuan dari mereka dalam aksi solidaritas palestina tempo hari, aku benar-benar bersyukur.”
    Nuri menceritakan awal kisahnya berubah. Saat itu aku tak sengaja aku lewat didepan rumahnya, lalu memutuskan mampir untuk mengambil undangan yang dititipkan. Nuri menggunakan jilbab yang lebar, rok lebar dan berkaus kaki, bukan lagi Nuri yang dulu, yang berjilbab tapi masih menggunakan jeans dan sandal kemana-kemana. Di temani adik satu-satunya Azra yang sibuk mewarnai Nuri menceritakan semuanya.
    “Sekarang aku tergabung dalam sebuah Lembaga dakwah kampus, kader di sebuah gerakan tarbiyah dan persaudaraan muslimah, do’akan ya agar Nuri senantiasa istiqamah.” Ia tersenyum
    “Waah hebaat, luar biasa deh Nuri sekarang. Sibuk banget dong ya sekarang? Sampai ngga ada waktu buat wiskul lagi hehe”
    “iya, Alhamdulillah sibuuk banget. Liqo, syuro, kajian-kajian di berbagai tempat, kegiatan-kegiatan sosial, belum lagi jam kuliah yang padat plus bentar lagi UTS. Tapi aku justru nikmatin semua ini, kalo malem-malem mau tidur tuh kadang capee banget, tapi entah kenapa kok rasanya nikmat banget gitu ya, bisa memanfaatkan, memaksimalkan waktu dengan baik hehe Eh Fatih kamu ikut juga donk, cocok banget kamu kalau gabung disana. Ada temen-temen seperjuangan yang baru dan murabbi yang akan membimbing kita menjadi manusia yang jauh lebih baik lagi, lebih bermanfaat untuk ummat, lalu mencintai dakwah. Apalagi kamu kan lagi ikut tahfidz Qur’an, waah cocok deh. Ikhwan idaman banyak akhwat ntar hehe”
    “haha..ada-ada aja, ane juga tau kok. Sama kaya Nuri, ane juga udah ikutan semenjak pertama daftar tahfidz hehe”
    “alhamdulillaah..kok bisaa?” ia tersenyum lebar, lalu menutup mulutnya dengan tangan
    “Jadi Ustadz Ahmad itu ternyata adalah seorang pimpinan daerah gerakan tarbiyah kita Nur, ah kamu juga pasti udah tahu kan siapa beliau. Ba’da hari pertama belajar itu beliau menceritakan tentang gerakan ini lalu ngajakin kita-kita gabung untuk mengikti Liqo rutin yang diadakan di mesjid deket rumahnya tiap ahad pagi. Tanpa ragu-ragu lagi aku memutuskan bergabung saat itu juga, bayangkan yang mengajak seorang hafidz Qur’an yang akhlaknya benar-benar baik. Kebetulan saat itu juga aku udah tahu akan gerakan ini di berbagai majalah yang sering ane baca, luar biasa memang. Banyak sekali orang-orang hebat disana, orang-orang baik, orang-orang shaleh. Adalah sebuah kebodohan mungkin jika saat itu aku nolak tawaran bergabung bersama orang-orang hebat itu, Alhamdulillah Allah menunjukan jalan itu. Apalagi setelah tahu mereka care banget tentang Palestina, Nuri tahu kan aku intens banget nyimak tentang Palestina sejak Sma. Makanya pas tahu mereka juga disana tuhseperti gimana ya? Seneeeng banget, menemukan teman-teman seperjuangan. Dan waktu aksi kemaren itu aku juga ada disana lho hehe”
    “Waah masa? Kok ngga ketemu ya? Hehe. Alhamdulillah, segala puji bagi Allah ya yang menunjuki kita dengan jalan ini. Ngomong-ngomong kenapa kamu tiba-tiba datang ke rumah ngedadak banget, mana sendirian lagi, ngga bawa temen.”
    “hehe ngga sengaja lewat tadi, keinget undangan. Plus penasaran, kok Nuri berubah ya gitu, jilbabnya lebar sekarang, ngga pake jeans lagi ama ngajakin wiskul lagi haha”
    “hehe perubahan yang baik donk ya, eh iya mohon do’anya ya. Insya Allah mulai besok ane kkn ke Sumedang. Dan oh ya, hafalan sudah sampai mana?”
    “Hafalan masih dirahasiakan, udah janji kalo sebelum beres ngga bakal bilang-bilang udah sampe mananya hehe. Iya didoakan, semoga diberikan kemudahan, kelancaran, kesehatan, keberkahan selama disana”
   “aamiin, eh udah disuruh nikah belum ama Ust. Ahmad? Beliau kan terkenal sebagai gudang cv yang suka nikahin didikan-didikannya  hehe”
   “haha di hari pertama aja udah ditembak kapan nikah”
    “tuuh kan, kamu jawab apa?”
   “Ntar kata ane, kalo hafalan udah nyampe Ar-Rahman hehehe”
    “hehe iya semoga dimudahkan ya, disegerakan”
    “Aamiin..” lalu aku pamitan pulang. Sepanjang perjalanan aku merasakan hal yang beda, yang tidak biasa; tentang Nuri..ada apakah?
    Sesampainya di rumah aku masih diganggu perasaan-perasaan itu, tiba-tiba saja semua rekaman wajah Nuri hadir di hadapan. Senyumnya, tawanya, jilbab birunya yang lebar. Terkadang aku senyum-senyum sendiri, selama ini berteman dengan Nuri baru kali ini aku merasakan sesuatu; debar. Pun wajah-wajah yang berkeliaran di seputar kepala. Apakah aku jatuh..cinta?
                                         ***************

     Setelah pertemuan itu aku nyaris tak pernah lagi melihat Nuri, selain ia memang sedang KKN di luar kota akupun semakin sibuk dengan berbagai agenda kerja, organisasi dan hafalan, dalam 2 bulan kedepan target 4 juz awal harus segera diselesaikan sebagai syarat kelulusan tingkat 2. Tapi bayangan wajah Nuri belum juga mampu menghilang dari pandangan. Terkadang aku melihat status-status apa yang ia tulis atau sesekali menyapanya lewat sms, aku malu, benar-benar malu. Tetiba saja aku jadi canggung pada Nuri, padahal sebelumnya tidaklah seperti ini. Aku benar-benar jatuh cinta..
    Tetiba saja menyeruak segala sepi, entah kenapa aku merasa bosan dengan kesendirian. Tiba-tiba aku merindukan seseorang  untuk berbagi dan saling menyemangati. Sebuah fitrah yang tak mungkin dilawan, kesendirian itu mencekat, mencekik leher-leher para penghuni sepi, dan aku salah satu penghuni yang mulai merasakan sesak nafas karenanya. Ibu pun berulang kali menyindir, kapankah kuakhiri kesendirian ini? Aku hanya bisa tersenyum dan berkata agar beliau tak berhenti mengukir doanya.
    “Akh Faris, 4 juz antum sudah hampir selesai. Ana perkirakan minggu depan sudah bisa seleai, mohon dipersiapkan hafalan dan CV antum, sesuai kesepakatan kita..” Sebuah sms dari Ust. Ahmad benar-benar mengagetkanku. Aku teringat sesuatu sekarang, dihari pertama itu aku membuat  kesepakatan untuk mengirimkan CV jika hafalanku telah smpai minimal 4 juz, dan minggu depan janji harus segera ditepati.
    Aku larut dalam bimbang, benarkah aku sudah siap menanggung segalanya? Tapi disisi lain aku juga benar-benar senang karena itu berarti akan berakhirlah semua kesendirianku, akan sempurnalah agamaku. Namun dengan siapa? Siapkah aku menerima seseorang yang sama sekali belum aku kenal? Yang hanya dengan satu atau dua pertemuan lalu mengajukan lamaran dan melangsungkan pernikahan? Sanggupkah aku seperti itu?
    Pertanyaan lain yang tidak kalah mengganggu adalah, sanggupkah aku mencintai orang lain sementara hati ini sebenarnya juga sedang mencintai seseorang? Ya, aku mencintai Nuri, aku merindukan Nuri, aku ingin Nuri yang menjadi teman hidupku. Tapi apakah benar semua rasa ini?  atau apakah aku hanya mencintai Nuri hanya karena pertemuan itu saja?  Ataukah ini hanya cinta palsu yang dikirimkan mata pada hati? Dan apakah Nuri merasakan hal yang sama? Apakah aku harus mencoba menanyakannya? Aku benar-benar dibuat kepayahan dengan berbagai pertanyaan yang berputar-putar di kepala. Aku mengambil air wudhu, aku ingin istikharah !
                                     *************
    Tak terasa seminggu berlalu, aku menyimpulkan jika rasa ke Nuri mungkin hanya perasaan sesaat saja setelah pertemuan itu, walau terkadang hati kecil mengingkarinya. Aku memutuskan untuk mengirimkan CV saja ke Ust. Ahmad, sembari berdo’a penuh harap semoga Allah memberi sebaik-baik pendamping hidup.
    Seminggu setalah aku kirimkan CV, ust Ahmad belum juga memberikan kabar. Sementara itu Nuri jadi semakin rajin menanyakan kabar, update status dan menulis lagi di blog. Aku merasakan lagi rasa-rasa itu kemudian, apalagi sms-sms yang ia kirimkan selalu bisa membuat aku tersenyum, bahkan tertawa. Aku benar-benar dibuat tak karuan karenanya, kali ini aku merasa sangat yakin, aku telah benar-benar jatuh hati pada sahabatku sendiri Nuri. Aku yakin sekarang , aku tak bisa mengingkarinya. Namun disisi lain aku harus juga bersiap-siap melupakan semuanya jika kemudian CV ku ada yang menerima.
    Bada shubuh aku dikejutkan lagi dengan sebuah sms, jarang-jarang ada sms jam segini. Lalu aku beranjak mengambil hp dan membaca pesan yang masuk, “Dari Ust, ahmad !!”
    “Akh Fatih, alhamdulillah ada kabar baik, proposal lamaran antum ada yang nerima. Hari ini bada isya ana tunggu di rumah untuk memperlihatkan cv calon antum. Persiapkan diri, teguhkan hati, kuatkan tekad. Wassalam” tiba-tiba dadaku berdebar kencang
   “Sudah tibakah saatnya ya Allah? Bismillah”
    Pagi hari saat sarapan aku menyampaikan perihal lamaran itu ke orang tua, respon mereka sangatlah baik, mereka sangat mendukung agar aku segera menyempurnakan separuh agama. Aku mensyukuri semuanya, walau bayangan Nuri masih saja terus mengganggu, beberapa kali ia hadir juga di mimpi.
    “Apa aku harus mencoba mengatakannya dulu ya sebelum mendatangi Ust. Ahmad?” batinku
   “tapi bukankah aku telah menyerahkan semuanya pada Allah, memohonkan-Nya memberikan yang terbaik? Aku telah memohonkan perlindungan dari sangkaan bahwa keinginanku lah, pilihanku lah yang terbaik?. Aku telah memohon pada-Nya dengan amat sangat agar ia memilihkanku yang terbaik, dan mungkin Ia telah menjawabnya. Seseorang telah didatangkan-Nya, seseorang yang ia pilihkan untukku, bukankah aku seharusnya bersyukur? Mungkin aku harus melihatnya dulu, semoga jika ia memang jodohku Allah akan mudahkan” lalu aku kembali memantapkan hati.
    Bada isya di rumah Ust. Ahmad, aku dibawa masuk ke ruang perpustakaan . Aku dibuat takjub dengan ribuan buku yang terpajang di 4 lemari besar yang menutupi tembok, ruangan itu berkarpet dan tampak beberapa meja kecil tersebar disana. Aku kemudian dipersilahkan duduk lesehan di salah satu meja yang ditunjuknya.
   “Akh Fatih sudah siap? Sudah memantapkan hati?” tanyanya, tatapannya tajam
    “insya Allah stadz, insya Allah ane udah siap” aku menunduk
    “Baiklah, perihal proposal yang antum kirimkan itu ana udah kabari bahwa Alhamdulillah, seorang shalehah,kader dakwah, menerimanya. Namun ini kemudian kembali ke antum Fatih, apakah bersedia juga menerima dia. Untuk itu ana akan perlihatkan cv nya dia, lalu jika setuju dalam 2 hari kedepan kalian akan dipertemukan, untuk saling mengenal dan kalau memungkinkan dilanjutkan dengan menentukan tanggal buat lamaran. Kalian mungkin tidak saling mengenal sebelumnya, tapi percayalah jika di hati kalian dipenuhi kecintaan kepada Allah, maka Insya Allah akan mudah kedepannya, masing-masing dari kalian akan berpacu memberikan yang terbaik untuk pasangannya masing-masing. Jika itu sudah terjadi maka gambaran keluarga yang saling mencintai karena Allah itu akan mewujudkan keluarga yang sakinah, mawaddah, arahmah, insya Allah. Yakin sudah siap tentang hal ini fatih?”
   “Insya Allah ane siap”
    :Baiklah, ini cv calonnya. Mohon antum baca baik-baik, antum lihat fotonya. Walaupun ini kali pertama, walaupun antum baru pertama melihatnya, tapi gunakanlah hati antum untuk melihatnya. Karena mungkin dialah yang Allah takdirkan sebagai pendamping hidup antum, insya Allah”
    Lalu Ustadz Ahmad menyerahkan sebuah cv dalam map berwarna merah muda. Aku menerimanya dengan penuh debar, sangat kencang. Keringat dingin pun mulai membasahi keningku.
    “Bismillahirahmaanirrahiim” aku membuka cv itu perlahan……
     lalu tersenyum, sujud syukur.
    “Alhamdulillah ya Allah….Nuri !” aku menteskan air mata haru, dalam sujudku.


                                           **** SELESAI ****

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Senja di Palestina..

Senja di palestina, bidadari berbaris rapi menyambut para syuhada, sebagian berebut ruh mereka di tanah-tanah ajaib; Gaza.. Senja di Palestina.. raungan cekaman silih berganti rasa: syahid yang dimimpikan, syurga yang dijanjikan.. Senja di Palestina.. jutaan do'a bersayap cahaya menembus langit, beberapa mengiringinya dengan air mata, juga sesak; hanya itu yg dia bisa Senja di Palestina.. sesaat lagi fajar kemenangan akan tiba, menerbitkan cahaya di timur yang mengangkasa, dari Gaza.. 

Perempuan di balik senja

 Seorang perempuan memandang cermin, lusuh, ia sudah tak mengingat kapan terakhir ia membasuhnya dengan lap basah. Debu-debu dipermukaannya, menampakan wajahnya yang juga lusuh ditelan senja. Dalam cermin itu ia melihat bayangan almanak, tepat dipinggir jendela yang memerah karena pantulan matahari senja. Perempuan beranjak, mendekati almanak “sudah tanggal muda, aku lupa membaliknya” ia bergumam, lalu membalikan lembaran kalender yang telah lima bulan terpampang didinding kamarnya. “ah..minggu depan ternyata tanggal lahirku, bertambah lagi umurku” ia mengusap pipinya; kasar. Ia lalu berjalan, mendekati jendela. Sudah senja, langit memerah megah. Sebentar lagi gelap sempurna menggulung terang. Ia masih disana, kembali jatuh kagum pada senja, tempat semua heningnya berhimpun. Ia tersenyum; satir.. “sudah lagi senja, padahal baru saja kulihat arak awan fajar. Satu persatu warna tersibak, cahaya memancar dari timur, menebar warna, semua yang dilaluinya menjadi i

Tentang debar, deras kata dan hening hujan..

Layar terkembang, kisah kembali dimulai lengkum senyum di ujung senja dan debar yang demikian meraja "Selalu ada berjuta alasan untuk membawamu serta" katamu "Dan malam ini hanya ada aku dengan segudang tanya, dan engkau yang akan memecahkan karang" wajahnya melukis senyum; bimbang. Lalu kita menyusuri malam, berjalan beriring dibawah temaram lampu kota orang-orang lalu lalang, beberapa mengukir tawa sementara kepalaku penuh tanda tanya "apa yang hendak kau tanyakan, duhai?" tatapan mata tak seperti biasanya, aku melihat binar kata-kata berjatuhan dari atas kepala: ia ingin mengatakan sesuatu, tunggulah hingga membuncah sementara bawalah ia menaiki mesin waktu, mengisahkan lampau dimana semua kisah bermula dan terus saja kepala diputari tanda tanya "Duhai..Apa yang hendak engkau katakan?" Ia menjatuhkan tubuhnya ke belakang sofa sesekali matanya memejam sembari berkata sangat pelan "Mengapa tak pernah mati sega