Langsung ke konten utama

Benih dari kata

    Pada dasar keumuman cinta itu adalah tatap pandang atau minimal wajah yang tergambar, terlihat. beberapa bahkan hanya dengan melihat gambar2 lantas memaklumatkan diri : aku menyukainya, aku mencintainya. Begitulah pemaklumatan fikir atas mata, ia mempercayainya bulat-bulat, bahkan berhasil merayu hati bahwa apa yg dilihatnya itu sangat menakjubkan, hingga hati pun "terpaksa" mengiyakan dengan berujar sama : " ya, sepertinya akupun mencintainya, menyukainya"
    Di dunia ketika interaksi tak dibatasi ruang jarak dan waktu semakin terbukalah peluang menyuburkan benih2 cinta yg berawal dari tatapan gambar itu, pada gagasan yg dibaca, isi hati yg ditumpah atau bahkan interaksi2 yg mengundang tawa sejatinya bisa menumbuhkan itu semua : benih cinta, menjadi ranum kepermukaan, mewangi, membuat saat2 sebelum tidur diiring senyum setelah sebelumnya kembali berinteraksi konstan lewat baris2 kata, ajaibnya beberapa bahkan belum sempat beradu muka secara nyata.
    maka tak heran jika ada 2 orang yang akhirnya memilih melabuhkan hati "hanya" dengan saling melihat foto dan beberapa baris kalimat tentang dirinya ; CV, selanjutnya memang ada pertemuan nyata, tapi itu seolah hanya sebagai hujan pada benih yang baru tumbuh, malah menguatkan. walau ada juga pada beberapa kasus hujan justru menghancurkan benih, tak jadi tumbuh, bahkan mati. Tapi sejatinya memang demikian, cinta itu tak harus selalu interaksi tatap muka, saling pandang atau bercakap riang di mall2 dan cafe2 sembari saling mengagulkan diri, saling memuji kemudian diam2 menyelipkan janji ; "denganku engkau akan bahagia !" 
    Maka di dunia ini engkau tak harus melulu membuat janji temu atau menghabiskan waktu untuk mengantri film2 terbaru, duduk saja, bahkan sambil berbaring saja menikmati baris2 kata dari ia yang kau puja atau telah menarik hatimu. atau bahkan justru engkau yang menampakan berbagai kehebatan dirimu, untuk dikagumi kemudian dicintai, naif memang tp begitulah adanya. beberapa menyebutnya "cara teraman" untuk berinteraksi setelah alur adab terlalu tabu untuk dilalui, mereka menyebutnya "ikhtiar". walau pada kenyataannya tak jauh beda dengan mereka kebanyakan yg saling berpegangan tangan di taman2 atau di mall2 besar, yg ditunjukan hanya yg indah2nya saja, sementara tempat pembuangan akhir sampah tak pernah diperlihatkan tempatnya, padahal ia ada di taman yg sama.
    Bagaimanapun, jika terlanjur engkau menjadi pengagum kata ( juga gambar ) maka lanjutkan saja "ikhtiar" mu, sembari sesekali berhenti mengumbar diri dihadapan banyak orang, apa bedanya di dunia sebenarnya jika sama2 terlihat orang, berdua-duaan?. jika kemudian engkau benar2 bernyali,cukup berkata sekali saja : " bolehkan aku bertemu orangtuamu?" kemudian berharap saja hujan tidak menghancurkan benih2 itu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Senja di Palestina..

Senja di palestina, bidadari berbaris rapi menyambut para syuhada, sebagian berebut ruh mereka di tanah-tanah ajaib; Gaza.. Senja di Palestina.. raungan cekaman silih berganti rasa: syahid yang dimimpikan, syurga yang dijanjikan.. Senja di Palestina.. jutaan do'a bersayap cahaya menembus langit, beberapa mengiringinya dengan air mata, juga sesak; hanya itu yg dia bisa Senja di Palestina.. sesaat lagi fajar kemenangan akan tiba, menerbitkan cahaya di timur yang mengangkasa, dari Gaza.. 

Perempuan di balik senja

 Seorang perempuan memandang cermin, lusuh, ia sudah tak mengingat kapan terakhir ia membasuhnya dengan lap basah. Debu-debu dipermukaannya, menampakan wajahnya yang juga lusuh ditelan senja. Dalam cermin itu ia melihat bayangan almanak, tepat dipinggir jendela yang memerah karena pantulan matahari senja. Perempuan beranjak, mendekati almanak “sudah tanggal muda, aku lupa membaliknya” ia bergumam, lalu membalikan lembaran kalender yang telah lima bulan terpampang didinding kamarnya. “ah..minggu depan ternyata tanggal lahirku, bertambah lagi umurku” ia mengusap pipinya; kasar. Ia lalu berjalan, mendekati jendela. Sudah senja, langit memerah megah. Sebentar lagi gelap sempurna menggulung terang. Ia masih disana, kembali jatuh kagum pada senja, tempat semua heningnya berhimpun. Ia tersenyum; satir.. “sudah lagi senja, padahal baru saja kulihat arak awan fajar. Satu persatu warna tersibak, cahaya memancar dari timur, menebar warna, semua yang dilaluinya menjadi i

Tentang debar, deras kata dan hening hujan..

Layar terkembang, kisah kembali dimulai lengkum senyum di ujung senja dan debar yang demikian meraja "Selalu ada berjuta alasan untuk membawamu serta" katamu "Dan malam ini hanya ada aku dengan segudang tanya, dan engkau yang akan memecahkan karang" wajahnya melukis senyum; bimbang. Lalu kita menyusuri malam, berjalan beriring dibawah temaram lampu kota orang-orang lalu lalang, beberapa mengukir tawa sementara kepalaku penuh tanda tanya "apa yang hendak kau tanyakan, duhai?" tatapan mata tak seperti biasanya, aku melihat binar kata-kata berjatuhan dari atas kepala: ia ingin mengatakan sesuatu, tunggulah hingga membuncah sementara bawalah ia menaiki mesin waktu, mengisahkan lampau dimana semua kisah bermula dan terus saja kepala diputari tanda tanya "Duhai..Apa yang hendak engkau katakan?" Ia menjatuhkan tubuhnya ke belakang sofa sesekali matanya memejam sembari berkata sangat pelan "Mengapa tak pernah mati sega