Langsung ke konten utama

Prelude..

   
Dan terbukalah, segala pejamnya berakhir sudah. ia dapati segala yang berasal dari maya itu menjadi nyata. Berdiri tepat dihadapannya dengan sesungging senyum yang menghentikan putaran bumi, melenyapkan suara-suara, juga mempercepat debar menjadi tak biasa.

 ia lalu melangkah dalam hening, "lalu bagaimana?" tanyanya. Ia terlanjur jatuh, sementara puncak bukit sangatlah tinggi. "aku tunggu saja jatuhan batu untuk kupijak? atau tunggu hujan deras hingga aku tenggelam?" matanya menerawang, sementara langit memalingkan pandangan.

"Sementara diamlah dulu disana" ia mendengar sesuatu di balik bukit. suara-suara, wajah yang terlukis dalam pejam dan terjaga, akan menjaganya dari segala. hingga langit membacakan cerita,
 ia duduk-duduk saja di kejatuhannya, menunggu senja atau fajar yang akan membawakannya berita; tentang dia..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Senja di Palestina..

Senja di palestina, bidadari berbaris rapi menyambut para syuhada, sebagian berebut ruh mereka di tanah-tanah ajaib; Gaza.. Senja di Palestina.. raungan cekaman silih berganti rasa: syahid yang dimimpikan, syurga yang dijanjikan.. Senja di Palestina.. jutaan do'a bersayap cahaya menembus langit, beberapa mengiringinya dengan air mata, juga sesak; hanya itu yg dia bisa Senja di Palestina.. sesaat lagi fajar kemenangan akan tiba, menerbitkan cahaya di timur yang mengangkasa, dari Gaza.. 

Perempuan di balik senja

 Seorang perempuan memandang cermin, lusuh, ia sudah tak mengingat kapan terakhir ia membasuhnya dengan lap basah. Debu-debu dipermukaannya, menampakan wajahnya yang juga lusuh ditelan senja. Dalam cermin itu ia melihat bayangan almanak, tepat dipinggir jendela yang memerah karena pantulan matahari senja. Perempuan beranjak, mendekati almanak “sudah tanggal muda, aku lupa membaliknya” ia bergumam, lalu membalikan lembaran kalender yang telah lima bulan terpampang didinding kamarnya. “ah..minggu depan ternyata tanggal lahirku, bertambah lagi umurku” ia mengusap pipinya; kasar. Ia lalu berjalan, mendekati jendela. Sudah senja, langit memerah megah. Sebentar lagi gelap sempurna menggulung terang. Ia masih disana, kembali jatuh kagum pada senja, tempat semua heningnya berhimpun. Ia tersenyum; satir.. “sudah lagi senja, padahal baru saja kulihat arak awan fajar. Satu persatu warna tersibak, cahaya memancar dari timur, menebar warna, semua yang dilaluinya menjadi i

Penantian..

     Seorang lelaki duduk bersama degup, hatinya diliputi debar sementara kepalanya dikelilingi tanda tanya. Waktu telah membuat sang lelaki semakin kalut, tak tenang. Sebuah wajah yang menyebabkan semuanya, mewarnai hatinya dengan semua rasa, debar, rindu, harap, malu.   Entah sampai kapan ia menyerah pada waktu..    Langit begitu terik, berkali-kali Faris mengusap keringat yang menderas di keningnya.   Ac ruangan kelas Bahasa Arab yang ia ikuti seolah mati, tak mampu mengehela panas yang sedari tadi menyiksanya. Namun ia mengacuhkannya, seseorang yang mampu menyejukkan hatinya belum nampak di hadapannya.     “Mana dia ya? Kok belum datang?” berkali-kali Faris melihat ke pintu   disampingnya. Ia menanti kehadiran seseorang yang akhir-akhir ini membuat debarnya jadi tak menentu.     “Akh Faris, bisa mohon perhatiannya sebentar? Materi ini sangat penting untuk tes hiwar pekan depan? “ Ustadz   Hilman menegur Faris yang sedari tadi tidak begitu memperhatikannya. Beberapa tem