Betapa banyak yang merasakan cinta, namun tak pandai merubahnya jadi lautan kata-kata. Karena baginya ungkapan cinta laksana melukis pada sayap kupu-kupu, yang kemudian terbang mengitari taman bunga, biru langit dan putih awan.
ia memilih diam saja seperti para penunggu hujan, sesekali ia bentangkan senyum pada angin yang membelai wajahnya, tak jarang pula ia menekuk wajahnya saat mentari perlahan menampakan diri di kepulan awan. Ia tambatkan dirinya pada sekantung harapan, padahal ia tahu, bisa saja isinya hanya debu.
maka nikmati saja rindu yang menangkup, menyiksa di kala sepi, membunuh di saat sunyi
nyerinya hingga ke ulu hati, lalu semua yang engkau lihat kemudian hanyalah wajah.
wajah yang melukiskan dirinya di rona matamu, bahkan saat terlelapmu.
Nikmati saja semua debar saat mata mendamba jumpa, kata yang bersambut jawab, juga wajah yang menjelma nyata. Tepat dihadapanmu.
nikmati saja semua itu, kecuali engkau benar-benar pandai
melukiskannya menjadi lautan kata...
ia memilih diam saja seperti para penunggu hujan, sesekali ia bentangkan senyum pada angin yang membelai wajahnya, tak jarang pula ia menekuk wajahnya saat mentari perlahan menampakan diri di kepulan awan. Ia tambatkan dirinya pada sekantung harapan, padahal ia tahu, bisa saja isinya hanya debu.
maka nikmati saja rindu yang menangkup, menyiksa di kala sepi, membunuh di saat sunyi
nyerinya hingga ke ulu hati, lalu semua yang engkau lihat kemudian hanyalah wajah.
wajah yang melukiskan dirinya di rona matamu, bahkan saat terlelapmu.
Nikmati saja semua debar saat mata mendamba jumpa, kata yang bersambut jawab, juga wajah yang menjelma nyata. Tepat dihadapanmu.
nikmati saja semua itu, kecuali engkau benar-benar pandai
melukiskannya menjadi lautan kata...
Komentar
Posting Komentar