Langsung ke konten utama

Layu sebelum berkembang

    Katakanlah kita ada disana, lagi-lagi disana, di sebuah taman dengan hijau rumput, bening air dan biru langit, cerah. kita ada disana lalu pandangan kita tertuju pada sebuah bunga kecil, kita menujunya kemudian, membungkukan tubuh, lalu duduk memandangnya, kagum. Ternyata ia adalah bunga baru, sepertinya hendak berkembang..
    Begitupun cinta, keumumannya memang seperti itu, ada prosesnya, alurnya, dari benih lantas perlahan-lahan tumbuh hingga jadi bunga yg sempurna bentuk dan wangi. Tak bisa dinafikan ada juga cinta pada pandangan pertama, dimana kita tak kuasa sama sekali jika ia tiba2 saja ajeg, tumbuh dg sendirinya, tanpa dari benih langsung jadi bunga kecil. seperti  yang dikatakan Ibnu hazm " seorang laki2 berkata kepada Umar r.a , "wahai amirul mukminin, aku pernah melihat seorang wanita, kemudian aku jatuh cinta kepadanya. Umar menjawab " itu berada di luar kekuasaan manusia"
     Namun kebanyakan memang dari sana, dari benih, dari proses. bahkan bisa jadi pandangan pertama itu juga benih, dalam bentuk yang lebih kuat. lainnya adalah dari kedekatan, interaksi dan kebetulan2 yang semakin menguatkan benih menjadi bunga. Sempurnalah kemudian seluruh pandang, sempurnalah seluruh penantian pada bibit.
    Tapi perjalanan tidak selalu seperti itu, alurnya tidak senantiasa seindah itu. Terkadang benih tidak muncul menjadi batang, bahkan gagal menjadi bunga, ataupun sudah menjadi bibit bunga kecil namun gagal merekah indah ; layu sebelum berkembang. Banyak sebabnya, kita boleh menyalahkan angin, deras hujan, terik panas atau bahkan anak2 yang berlarian hingga menginjaknya menjadi mati, tanpa ampun dan kesempatan berkembang. Disini kita mungkin pernah merasakannya, kita pernah mencintai seseorang namun tidak berkembang menjadi cinta yang nyata atau dalam, ia tidak tumbuh, tidak jadi menampak ke atas tanah. Ada banyak sebab juga, pada beberapa kasus ketak berkembangan ini terjadi karena orang yg dicintai itu telah terikat dg yg lain atau ternyata telah mencintai orang lain. Bagi orang2 yang baik ( saya menyebutnya demikian ) secepatnya mundur adalah langkah yang sangat arif bijaksana. karena alangkah buruknya meminang yg telah dipinang atau mencintai yg telah dicintai. ini tidak menafikan orang2 yg gigih "memperjuangkan" cintanya, walau terkadang ia menjadi buta, dilabrak saja norma2 kewajaran dan ketabuan dengan dalih memperjuangkan.
     Walau sejatinya memang cinta itu tidak serta merta mati, namun ia hanya diam saja disana, di dalam tanah. ia tidak menampakkannya kemudian, menjadi bunga. karena apa kuasanya, ia keburu layu, cintanya tak tahan dengan udara di luar tanah. Tak ada yg salah, tak perlu juga menjadi kecewa. semoga saja ada benih lain yang mampu tumbuh merekah sempurna, mewangi menjadi bunga penyempurna taman dengan warna-warna yg menggugah mata.
    .... Kita kembali disana, memandang bunga yang akhirnya layu sebelum berkembang, kita berdiri, meluaskan pandang mengitari taman kemudian pergi meninggalkan taman menuju taman yang lain dengan desir harap : semoga di taman yang lain benih2 itu bisa tumbuh menjadi bunga. semoga...
   

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Senja di Palestina..

Senja di palestina, bidadari berbaris rapi menyambut para syuhada, sebagian berebut ruh mereka di tanah-tanah ajaib; Gaza.. Senja di Palestina.. raungan cekaman silih berganti rasa: syahid yang dimimpikan, syurga yang dijanjikan.. Senja di Palestina.. jutaan do'a bersayap cahaya menembus langit, beberapa mengiringinya dengan air mata, juga sesak; hanya itu yg dia bisa Senja di Palestina.. sesaat lagi fajar kemenangan akan tiba, menerbitkan cahaya di timur yang mengangkasa, dari Gaza.. 

Perempuan di balik senja

 Seorang perempuan memandang cermin, lusuh, ia sudah tak mengingat kapan terakhir ia membasuhnya dengan lap basah. Debu-debu dipermukaannya, menampakan wajahnya yang juga lusuh ditelan senja. Dalam cermin itu ia melihat bayangan almanak, tepat dipinggir jendela yang memerah karena pantulan matahari senja. Perempuan beranjak, mendekati almanak “sudah tanggal muda, aku lupa membaliknya” ia bergumam, lalu membalikan lembaran kalender yang telah lima bulan terpampang didinding kamarnya. “ah..minggu depan ternyata tanggal lahirku, bertambah lagi umurku” ia mengusap pipinya; kasar. Ia lalu berjalan, mendekati jendela. Sudah senja, langit memerah megah. Sebentar lagi gelap sempurna menggulung terang. Ia masih disana, kembali jatuh kagum pada senja, tempat semua heningnya berhimpun. Ia tersenyum; satir.. “sudah lagi senja, padahal baru saja kulihat arak awan fajar. Satu persatu warna tersibak, cahaya memancar dari timur, menebar warna, semua yang dilaluinya menjadi i

Tentang debar, deras kata dan hening hujan..

Layar terkembang, kisah kembali dimulai lengkum senyum di ujung senja dan debar yang demikian meraja "Selalu ada berjuta alasan untuk membawamu serta" katamu "Dan malam ini hanya ada aku dengan segudang tanya, dan engkau yang akan memecahkan karang" wajahnya melukis senyum; bimbang. Lalu kita menyusuri malam, berjalan beriring dibawah temaram lampu kota orang-orang lalu lalang, beberapa mengukir tawa sementara kepalaku penuh tanda tanya "apa yang hendak kau tanyakan, duhai?" tatapan mata tak seperti biasanya, aku melihat binar kata-kata berjatuhan dari atas kepala: ia ingin mengatakan sesuatu, tunggulah hingga membuncah sementara bawalah ia menaiki mesin waktu, mengisahkan lampau dimana semua kisah bermula dan terus saja kepala diputari tanda tanya "Duhai..Apa yang hendak engkau katakan?" Ia menjatuhkan tubuhnya ke belakang sofa sesekali matanya memejam sembari berkata sangat pelan "Mengapa tak pernah mati sega