Langsung ke konten utama

Tahun kesepuluh

    seorang lelaki memandangi timur langit, pada suatu hari menjelang senja, langit memutarkan cerita. seperti mesin waktu. ia dibawa kesana utuh, tiba-tiba saja ia tersenyum "aku mengingatnya' gumamnya, "wajah itu", tambahnya "yang akan selalu aku bawa hingga berpuluh umurku". ia lalu menghitung jari tangannya, sebanyak itulah bilangan tahun dimana wajahnya tak pernah luruh, menabuhkah derap yang terkadang membuat hatinya runtuh. namun ajaib, semua rapuh itu selalu saja dikalahkan seonggok harap. maka ia kembali tersenyum, hingga sepuluh tahun.
    "wajah itu" serunya "selalu menunduk, namun tak ada yang dapat mengalahkan senyumnya, sekalipun lengkung sabit bulan" cerita yang berputar, hingga kisah mereka tak jua usai, entah sampai kapan, namun selalu saja ia nikmati semua debar, juga harapan-harapan setinggi awan yang diarak angin menuju barat, lalu tenggelam, hilang ditelan malam.
    mereka sedekat langit dan awan, hingga orang-orang akan berkata mereka sepasang karib terhebat. Tak tahan lagi menahan degup, lelaki itu menyayapi kata-kata, menerbangkannya ke langit dimana awan menuju peraduannya: di senja barat yang menua.Namun sayang, sepasang tangan tak hendak menyambut pelukan. "kita hanya sepasang anak zaman yang dilimpahi saling pengertian, bukan tangan yang saling mengenggam, atau belahan yang saling menyempurnakan" jawabnya, melemparkan seorang lelaki menuju jurang "kisah kita sementara usai" lirihnya, bercerita di tebing jurang dimana seorang lelaki terjerembab dan berdarah-darah didasarnya.

    seorang lelaki duduk membisu memandangi bumi, tanah yang kering, tandus. Debarnya tetiba mati, harapan hanyalah dasar jurang, ia tertipu angan-angan.  " hanya percik" kilahnya, padahal diam-diam ia menuju puncak bukit, meneriakan segalanya pada langit.
     .....................................................................................................
    
    Mesin waktu melemparkannya kembali, semuanya telah berubah. bumi, langit, wajah-wajah. ia seperti hidup di dunia yang berbeda. "bisakah aku kembali?" rengeknya "aku ingin mengulang semuanya, lalu merajut cerita yang berbeda" tiba-tiba hening, seorang lelaki kemudian menyadari segala kisahnya, ia duduk, merenung, memandangi barat senja yang memerah megah.
    "tak semua benar-benar berubah" tiba-tiba senyum. "dia masih ada, walau dengan kisah yang berbeda" gumamnya, masih dengan senyum. orang-orang lalu lalang memandanginya "ia sudah gila" duga mereka, "apa yang hendak ia cari lagi?" tanya yang lain.
    Seorang lelaki mengacuhkan semua tanya, ia masih saja dalam senyum. "kisah kita belumlah usai, akan terus kunikmati semua debar dan siksa" katanya "hingga ketiadaanmu" tambahnya "sempurna menggenapi."

Langit menutup tirainya..


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Senja di Palestina..

Senja di palestina, bidadari berbaris rapi menyambut para syuhada, sebagian berebut ruh mereka di tanah-tanah ajaib; Gaza.. Senja di Palestina.. raungan cekaman silih berganti rasa: syahid yang dimimpikan, syurga yang dijanjikan.. Senja di Palestina.. jutaan do'a bersayap cahaya menembus langit, beberapa mengiringinya dengan air mata, juga sesak; hanya itu yg dia bisa Senja di Palestina.. sesaat lagi fajar kemenangan akan tiba, menerbitkan cahaya di timur yang mengangkasa, dari Gaza.. 

Perempuan di balik senja

 Seorang perempuan memandang cermin, lusuh, ia sudah tak mengingat kapan terakhir ia membasuhnya dengan lap basah. Debu-debu dipermukaannya, menampakan wajahnya yang juga lusuh ditelan senja. Dalam cermin itu ia melihat bayangan almanak, tepat dipinggir jendela yang memerah karena pantulan matahari senja. Perempuan beranjak, mendekati almanak “sudah tanggal muda, aku lupa membaliknya” ia bergumam, lalu membalikan lembaran kalender yang telah lima bulan terpampang didinding kamarnya. “ah..minggu depan ternyata tanggal lahirku, bertambah lagi umurku” ia mengusap pipinya; kasar. Ia lalu berjalan, mendekati jendela. Sudah senja, langit memerah megah. Sebentar lagi gelap sempurna menggulung terang. Ia masih disana, kembali jatuh kagum pada senja, tempat semua heningnya berhimpun. Ia tersenyum; satir.. “sudah lagi senja, padahal baru saja kulihat arak awan fajar. Satu persatu warna tersibak, cahaya memancar dari timur, menebar warna, semua yang dilaluinya menjadi i

Tentang debar, deras kata dan hening hujan..

Layar terkembang, kisah kembali dimulai lengkum senyum di ujung senja dan debar yang demikian meraja "Selalu ada berjuta alasan untuk membawamu serta" katamu "Dan malam ini hanya ada aku dengan segudang tanya, dan engkau yang akan memecahkan karang" wajahnya melukis senyum; bimbang. Lalu kita menyusuri malam, berjalan beriring dibawah temaram lampu kota orang-orang lalu lalang, beberapa mengukir tawa sementara kepalaku penuh tanda tanya "apa yang hendak kau tanyakan, duhai?" tatapan mata tak seperti biasanya, aku melihat binar kata-kata berjatuhan dari atas kepala: ia ingin mengatakan sesuatu, tunggulah hingga membuncah sementara bawalah ia menaiki mesin waktu, mengisahkan lampau dimana semua kisah bermula dan terus saja kepala diputari tanda tanya "Duhai..Apa yang hendak engkau katakan?" Ia menjatuhkan tubuhnya ke belakang sofa sesekali matanya memejam sembari berkata sangat pelan "Mengapa tak pernah mati sega