Langsung ke konten utama

Purnama Bulan



Aku masih mengingat jelas, pada suatu pernama dimana kita berjalan bersama, searah, menembus malam. kota saat itu tidaklah terlalu ramai, bahkan tanpa hujan, cerah secerah-cerahnya. mungkin karena bulan, mungkin karena bintang, mungkin karena kamu..
Semuanya begitu cepat, tak pernah aku menyangkanya, membersamaimu melewati perjalanan jauh ditemani lampu-lampu kota yang benderang. aku masih mengingat bagaimana kukatakan purnama yang kulihat di timur langit itu telah berpindah pandang ke langit barat, lalu engkau tersenyum, sebinar yang sedang kubicarakan; purnama bulan.
Lalu kita bercerita, tentang banyak hal, yang sesekali kita iringi dengan tawa riang, sesekali juga mendegupkan jantung, tak henti-hentinya bertanya: benarkah ini? Mungkin biasa bagimu, bagi mereka, tapi tidak untukku. Saat itu aku telah langsung mengukirnya di langit kenang, agar kelak bisa kulihat saat merindukanmu.
Namun berlalulah..perjalanan jauh yang sama sekali tak pernah aku rasakan riuh, lelah, jenuh. aku bahkan mengutuk roda-roda yang berlari terlalu kencang. atau mengutuk orang-orang yang pada malam itu menghilang entah kemana, hingga jalan-jalan menjadi kosong, menjadikan perjalanan begitu cepatnya tertempuh.
Aku menyebutnya kisah, menyimpannya di barisan episode berjudul kenangan. kelak, ketika akau menyusuri lorong-lorong lampau, akan mudah kutemukan kisah ini, lalu aku memutarnya, menghadirkan kembali lengan kota, purnama bulan dan..kamu

di sebuah kota, room 364

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tentang debar, deras kata dan hening hujan..

Layar terkembang, kisah kembali dimulai lengkum senyum di ujung senja dan debar yang demikian meraja "Selalu ada berjuta alasan untuk membawamu serta" katamu "Dan malam ini hanya ada aku dengan segudang tanya, dan engkau yang akan memecahkan karang" wajahnya melukis senyum; bimbang. Lalu kita menyusuri malam, berjalan beriring dibawah temaram lampu kota orang-orang lalu lalang, beberapa mengukir tawa sementara kepalaku penuh tanda tanya "apa yang hendak kau tanyakan, duhai?" tatapan mata tak seperti biasanya, aku melihat binar kata-kata berjatuhan dari atas kepala: ia ingin mengatakan sesuatu, tunggulah hingga membuncah sementara bawalah ia menaiki mesin waktu, mengisahkan lampau dimana semua kisah bermula dan terus saja kepala diputari tanda tanya "Duhai..Apa yang hendak engkau katakan?" Ia menjatuhkan tubuhnya ke belakang sofa sesekali matanya memejam sembari berkata sangat pelan "Mengapa tak pernah mati sega...

Tahun kesepuluh

    seorang lelaki memandangi timur langit, pada suatu hari menjelang senja, langit memutarkan cerita. seperti mesin waktu. ia dibawa kesana utuh, tiba-tiba saja ia tersenyum "aku mengingatnya' gumamnya, "wajah itu", tambahnya "yang akan selalu aku bawa hingga berpuluh umurku". ia lalu menghitung jari tangannya, sebanyak itulah bilangan tahun dimana wajahnya tak pernah luruh, menabuhkah derap yang terkadang membuat hatinya runtuh. namun ajaib, semua rapuh itu selalu saja dikalahkan seonggok harap. maka ia kembali tersenyum, hingga sepuluh tahun.     "wajah itu" serunya "selalu menunduk, namun tak ada yang dapat mengalahkan senyumnya, sekalipun lengkung sabit bulan" cerita yang berputar, hingga kisah mereka tak jua usai, entah sampai kapan, namun selalu saja ia nikmati semua debar, juga harapan-harapan setinggi awan yang diarak angin menuju barat, lalu tenggelam, hilang ditelan malam.     mereka sedekat langit dan awan, hingga orang-ora...

Jatuh

Seorang lelaki jatuh; dalam senyum pada wajah yang melukiskan binar juga tentram yang demikian dalam. Sedalam lautan. ada apa gerangan dengan lengkung sabit bulan? sungguh indahnya telah terkalahkan !