Langsung ke konten utama

di tentram awan

    Apa yang hendak kita katakan pada malam yang mulai memeluk, sementara wajah masih saja menatap senja yang menabuhkan rindu di sela-sela sisa lelah yang merebah. terkadang ia mengharap pejam, namun tunggu dulu, kumandang cinta yang biasa engkau dengar itu belum sempurna gemanya.
    Dunia serasa memutarimu, terkadang engkau rasa menghimpit, padahal nyawamu belum juga meninggalkan jasad. belulangmu terasa menyatu kanan kirinya. sesekali engkau memegang kepalamu erat dengan kedua tangan sembari pita suara mengeluarkan geram yang hampir membuat seisi rumah kaca pecah berkeping-keping.
    Kita membutuhkan sayap untuk melipat penat kemudian meninggi langit, memandang bumi dari lembut kapas awan. yang kau dapatkan kemudian adalah sejuk udara dan luas pandang, kemana penat? katamu. yang kau rasakan adalah tenang hati, tentram diri.
   Dimanakah sayap itu? engkau, kita akan menemuinya di hening malam, di serak do'a, di hening cahaya. terkadang di lapar dahaga puasa-puasa sunnah, atau engkau akan menemukannya terangkai di barisan-barisan kalam bertaburkan cahaya bebintang, tenang, tentram hatimu menderasnya, membacanya. Disanalah, engkau kan menemukan segala tenangmu...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tentang debar, deras kata dan hening hujan..

Layar terkembang, kisah kembali dimulai lengkum senyum di ujung senja dan debar yang demikian meraja "Selalu ada berjuta alasan untuk membawamu serta" katamu "Dan malam ini hanya ada aku dengan segudang tanya, dan engkau yang akan memecahkan karang" wajahnya melukis senyum; bimbang. Lalu kita menyusuri malam, berjalan beriring dibawah temaram lampu kota orang-orang lalu lalang, beberapa mengukir tawa sementara kepalaku penuh tanda tanya "apa yang hendak kau tanyakan, duhai?" tatapan mata tak seperti biasanya, aku melihat binar kata-kata berjatuhan dari atas kepala: ia ingin mengatakan sesuatu, tunggulah hingga membuncah sementara bawalah ia menaiki mesin waktu, mengisahkan lampau dimana semua kisah bermula dan terus saja kepala diputari tanda tanya "Duhai..Apa yang hendak engkau katakan?" Ia menjatuhkan tubuhnya ke belakang sofa sesekali matanya memejam sembari berkata sangat pelan "Mengapa tak pernah mati sega...

Tahun kesepuluh

    seorang lelaki memandangi timur langit, pada suatu hari menjelang senja, langit memutarkan cerita. seperti mesin waktu. ia dibawa kesana utuh, tiba-tiba saja ia tersenyum "aku mengingatnya' gumamnya, "wajah itu", tambahnya "yang akan selalu aku bawa hingga berpuluh umurku". ia lalu menghitung jari tangannya, sebanyak itulah bilangan tahun dimana wajahnya tak pernah luruh, menabuhkah derap yang terkadang membuat hatinya runtuh. namun ajaib, semua rapuh itu selalu saja dikalahkan seonggok harap. maka ia kembali tersenyum, hingga sepuluh tahun.     "wajah itu" serunya "selalu menunduk, namun tak ada yang dapat mengalahkan senyumnya, sekalipun lengkung sabit bulan" cerita yang berputar, hingga kisah mereka tak jua usai, entah sampai kapan, namun selalu saja ia nikmati semua debar, juga harapan-harapan setinggi awan yang diarak angin menuju barat, lalu tenggelam, hilang ditelan malam.     mereka sedekat langit dan awan, hingga orang-ora...

Jatuh

Seorang lelaki jatuh; dalam senyum pada wajah yang melukiskan binar juga tentram yang demikian dalam. Sedalam lautan. ada apa gerangan dengan lengkung sabit bulan? sungguh indahnya telah terkalahkan !