Langsung ke konten utama

Di kisah kemarin

    kemarin kita kembali berkisah, bertemu wajah, menumpah rindu yang entah mengapa menjadi sangat tabu. Lalu kita kembali berbagi cerita, tentang bumi, langit dan segalapun yang membuat wajah kita merona merah atau larut dalam tawa yang menderai senang, sembari sesekali kita mencuri pandang, menatap wajah yang entah mengapa mampu begitu menentramkan, meneduhkan jiwa, sekaligus melahirkan lara : ah wajahmu takkan kumiliki selamanya.
    Kita selalu sadar, masing-masing dari kita sangatlah faham kita selamanya takkan mampu bersama, menggagahi malam bersama riang tawa, kisah yang dibagi cerita juga tangan yang saling menggenggam erat, kita takkan pernah disana, kita sadar, kita faham. Namun sehari itu saja kita menumpah semuanya, pada wajah yang biasa tersamar dalam bayang. wajah yang senantiasa hadir saat malam menjelang, atau wajah yang selalu datang saat mata mulai terpejam. saat itu semuanya tertumpahkan, yang kita lihat adalah wajah2 nyata bukan lagi samar pandang bayang yang acapkali membuat dada kita nyeri.
    Awalnya semacam kaku, namun kita selalu bisa kembali kesana : dalam riang tawa dan kisah yang seolah tak habis untuk dibagi bersama. Ah mungkin kita merasai pelangi setelah hujan yah, pada tanah yang merindu hujan dapat kita cium wangi tanah juga bunga, pun pelangi menjadikan semuanya sempurna, indah menentramkan mata.
    namun kita kembali harus menapak bumi, kita harus berhenti ( lagi ) mengepak sayap, turun setelah menjelajah luas langit, bermain bersama di kumpulan awan dan cerah pelangi, kita kembali kesana : menapak bumi. Kita kembali lagi tersadar kisah kita hanyalah segores awan yang membentuk wajah, tak lama angin meniupnya untuk kembali terpencar tak jelas bentuk, seperti hati yang kembali remuk ?
    lalu kita mengembangkan senyum, saling menatap pandang dalam malu lalu kembali tersadar kita harus berpisah lagi, berkisah sendiri-sendiri lagi, manabui rindu2 lagi juga enggan, segan, malu. ah ( aku ) kembali remuk mungkin, walau setengah hati tak henti2nya berkata : "bangunlah, pergilah, berlalulah". Aku menyebutnya garis takdir, kita tidak ( belum ) boleh saling melupakan,terpisahkan. Namun juga kita harus menempuh garis takdir yang lain untuk segera saling melupakan , memisahkan. Selamat tinggal lagi, bintang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tentang debar, deras kata dan hening hujan..

Layar terkembang, kisah kembali dimulai lengkum senyum di ujung senja dan debar yang demikian meraja "Selalu ada berjuta alasan untuk membawamu serta" katamu "Dan malam ini hanya ada aku dengan segudang tanya, dan engkau yang akan memecahkan karang" wajahnya melukis senyum; bimbang. Lalu kita menyusuri malam, berjalan beriring dibawah temaram lampu kota orang-orang lalu lalang, beberapa mengukir tawa sementara kepalaku penuh tanda tanya "apa yang hendak kau tanyakan, duhai?" tatapan mata tak seperti biasanya, aku melihat binar kata-kata berjatuhan dari atas kepala: ia ingin mengatakan sesuatu, tunggulah hingga membuncah sementara bawalah ia menaiki mesin waktu, mengisahkan lampau dimana semua kisah bermula dan terus saja kepala diputari tanda tanya "Duhai..Apa yang hendak engkau katakan?" Ia menjatuhkan tubuhnya ke belakang sofa sesekali matanya memejam sembari berkata sangat pelan "Mengapa tak pernah mati sega...

Tahun kesepuluh

    seorang lelaki memandangi timur langit, pada suatu hari menjelang senja, langit memutarkan cerita. seperti mesin waktu. ia dibawa kesana utuh, tiba-tiba saja ia tersenyum "aku mengingatnya' gumamnya, "wajah itu", tambahnya "yang akan selalu aku bawa hingga berpuluh umurku". ia lalu menghitung jari tangannya, sebanyak itulah bilangan tahun dimana wajahnya tak pernah luruh, menabuhkah derap yang terkadang membuat hatinya runtuh. namun ajaib, semua rapuh itu selalu saja dikalahkan seonggok harap. maka ia kembali tersenyum, hingga sepuluh tahun.     "wajah itu" serunya "selalu menunduk, namun tak ada yang dapat mengalahkan senyumnya, sekalipun lengkung sabit bulan" cerita yang berputar, hingga kisah mereka tak jua usai, entah sampai kapan, namun selalu saja ia nikmati semua debar, juga harapan-harapan setinggi awan yang diarak angin menuju barat, lalu tenggelam, hilang ditelan malam.     mereka sedekat langit dan awan, hingga orang-ora...

Jatuh

Seorang lelaki jatuh; dalam senyum pada wajah yang melukiskan binar juga tentram yang demikian dalam. Sedalam lautan. ada apa gerangan dengan lengkung sabit bulan? sungguh indahnya telah terkalahkan !