Langsung ke konten utama

Tetiba badai..

layar terkembang seperti biasanya senja itu
angin berbisik pelan, mengantarkan kapal melaju ke tujuan
sesekali ombak, namun tak pernah menjadi karang yang sejenak menghentikan.
kapal terus berlayar,mengarungi lautan besar.

lalu tetiba hitam, langit berubah kelam
angin memusarkan laut menjadi badai. Menakutkan
ia mengguncang badai dengan keras, dengan kencang
bahkan beberapa penumpang terpelanting keluar

telah beranjak malam, gelap semakin mencekam
ketika tiba-tiba serombongan asing menyerbu kapal, menaikinya dengan kasar.
Sang nahkoda harus diangkut pulang, ia bersalah mengeruk emas di dasar lautan terlarang
para penumpang terhentak diam.

ada yang menggelengkan kepala lalu geram, kecewa, marah, lalu melompat keluar dari kapal
ada yang diliputi tanda tanya, "benarkah ia seperti yang mereka sangka?" namun ia tetap dalam kapal
namun, amat sangat banyaklah yang percaya apa yang sang nahkoda katakan:
"jangankan aku, tidak keluargaku, tidak seluruh penghuni kapal ini. Tabu untukku, untuk kita"
maka mereka yang banyak itu mempercayainya; tanpa cela
karena siapa yang mesti mereka percayai selain sang nahkoda yang senantiasa bersama mereka
yang mereka ketahui akhlak, sifat, tingkah lakunya
ketimbang para asing yang menerobos dinding kapal lalu diam-diam melubanginya agar tenggelam

tapi para penumpang bukanlah para dungu seperti kapal sebelah yang karam
mereka adalah rahib-rahib malam dan singa-singa ketika siang
malam dan siang bagi mereka sama riuhnya: ramai dengan rajutan amal
maka, wahai para asing: serbuan kalian hanyalah sebentar menggoyahkan kapal
membangunkan para penumpamg yang terlelap sebentar
menyadarkan sebagiannya yang bosan dan mabuk perjalanan

dan...dengarlah, dengarlah dengan pandai
kalian membangunkan sekumpulan harimau di dak terbawah kapal
dengarlah aumannya dari tempat kalian berpijak sekarang. Tak kah ia membuatmu bergidik ketakutan?
ia memecahkan udara bahkan dengan suaranya yang menggema besar
bersiaplah..bersiaplah..dengarlah tapak demi tapaknya menaiki anak tangga
saran mereka sama: tinggalkan kapal atau kalian akan menjadi santapan. Menakutkan..
para asing mulai menggigil, beberapa menguatkan garis muka untuk menutupi kaki yang basah
dikencingi ketakutan yang mencekik, mencekat
"duhai, kapal yang salah telah kita serang"

lalu matahari, lalu pelangi..
beberapa mulai menambal lubang di kanan kiri kapal
beberapa menaikan kembali layar agar kembali terkembang
beberapa saling menyemangati, bergandeng tangan, merapatkan barisan: tak ada celah bagi si asing
beberapa lagi mengeluarkan meriam
beberapa lagi menanti para singa menerkam lawan, mengarahkan kapal
seraya tak berhenti merajutkan do'a agar kapal tetap melaju menuju tujuan
bersama awan, pelangi, camar...

Komentar

  1. subhanallaah.. =')

    *pengen nangis bacanya

    BalasHapus
  2. iyakah? senangnya ada yang mengerti hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. wohoo baru ngeh kalo dijawab ma hendra.. hehehe..
      iya.. pas waktu ntu momennya, eh nemu tulisan ini.. jleeebb bangeeet =D

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tentang debar, deras kata dan hening hujan..

Layar terkembang, kisah kembali dimulai lengkum senyum di ujung senja dan debar yang demikian meraja "Selalu ada berjuta alasan untuk membawamu serta" katamu "Dan malam ini hanya ada aku dengan segudang tanya, dan engkau yang akan memecahkan karang" wajahnya melukis senyum; bimbang. Lalu kita menyusuri malam, berjalan beriring dibawah temaram lampu kota orang-orang lalu lalang, beberapa mengukir tawa sementara kepalaku penuh tanda tanya "apa yang hendak kau tanyakan, duhai?" tatapan mata tak seperti biasanya, aku melihat binar kata-kata berjatuhan dari atas kepala: ia ingin mengatakan sesuatu, tunggulah hingga membuncah sementara bawalah ia menaiki mesin waktu, mengisahkan lampau dimana semua kisah bermula dan terus saja kepala diputari tanda tanya "Duhai..Apa yang hendak engkau katakan?" Ia menjatuhkan tubuhnya ke belakang sofa sesekali matanya memejam sembari berkata sangat pelan "Mengapa tak pernah mati sega...

Tahun kesepuluh

    seorang lelaki memandangi timur langit, pada suatu hari menjelang senja, langit memutarkan cerita. seperti mesin waktu. ia dibawa kesana utuh, tiba-tiba saja ia tersenyum "aku mengingatnya' gumamnya, "wajah itu", tambahnya "yang akan selalu aku bawa hingga berpuluh umurku". ia lalu menghitung jari tangannya, sebanyak itulah bilangan tahun dimana wajahnya tak pernah luruh, menabuhkah derap yang terkadang membuat hatinya runtuh. namun ajaib, semua rapuh itu selalu saja dikalahkan seonggok harap. maka ia kembali tersenyum, hingga sepuluh tahun.     "wajah itu" serunya "selalu menunduk, namun tak ada yang dapat mengalahkan senyumnya, sekalipun lengkung sabit bulan" cerita yang berputar, hingga kisah mereka tak jua usai, entah sampai kapan, namun selalu saja ia nikmati semua debar, juga harapan-harapan setinggi awan yang diarak angin menuju barat, lalu tenggelam, hilang ditelan malam.     mereka sedekat langit dan awan, hingga orang-ora...

Jatuh

Seorang lelaki jatuh; dalam senyum pada wajah yang melukiskan binar juga tentram yang demikian dalam. Sedalam lautan. ada apa gerangan dengan lengkung sabit bulan? sungguh indahnya telah terkalahkan !